JAKARTA, KOMPAS.com - Mobil matik saat ini banyak menggunakan transmisi tipe CVT, menggantikan AT konvensional. Transmisi jenis ini memiliki banyak keunggulan, salah satunya adalah perpindahan gigi yang lebih halus.
Namun, meskipun memiliki banyak keunggulan, transmisi CVT sering kali mendapatkan stigma "lebih manja." Hal ini disebabkan cara kerjanya yang menggunakan dua pulley dan sabuk, mirip dengan sistem CVT pada skuter otomatis.
Freddy Karya, supervisor Dokter Mobil (Domo) Transmisi di Kelapa Gading, Jakarta Utara, mengungkapkan bahwa ada beberapa mobil yang sering datang untuk perbaikan karena masalah pada CVT.
"Ini sebetulnya musiman ya kadang kita juga susah prediksi," ujar Freddy kepada Kompas.com, yang ditemui di Jakarta, akhir pekan lalu.
"Kami pernah suatu waktu datang ke bengkel itu Nissan X-Trail sampai empat unit di bengkel, X-Trail terakhir T32. Tapi kalau setiap bulan yang pasti ada itu Honda, mungkin setiap minggu, ini selesai nanti ada lagi. Kalau Wuling belakangan saja," ujar Freddy.
Freddy mengatakan bahwa masalah yang sering ditemui adalah belt atau sabuk baja CVT yang putus. Jika sabuk tersebut sudah putus atau rusak maka pemilik mobil terpaksa harus menggantinya.
"Paling sering itu belt putus dan di towing (gendong). Harus ganti, ganti belt saja," kata Freddy.
"Tapi kita harus lihat kalau sudah putus belt itu pulley-nya masih bagus atau tidak. Kalau pulley sudah jelek pasti kami sarankan ganti, tapi kalau masih bagus ganti belt saja," ujarnya.
"Tapi efek dari belt putus itu bisa pulley-nya kena, sensor di dalam itu kena sabetan terkena pecahan itu hancur juga," kata Freddy.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/10/16/184100615/alasan-kenapa-matik-cvt-lebih-manja-ketimbang-at-konvesional