Dengan kata lain, pemilik mobil merek lain termasuk mobil lisrik asal China sudah tidak boleh melakukan charging di fasilitas milik Hyundai.
Fransiscus Soerjopranoto, Chief Operating Officer (COO) PT Hyundai Motors Indonesia (HMID), mengatakan, pihaknya tutup kuping bila karena keputusan ini Hyundai dianggap ingin “menang sendiri."
“Biar saja anggapan orang. Karena selain dari Hyundai membuat charging station, juga ada PLN yang secara umum, kemudian ada empat charging operator yang sekarang bekerja sama atau aliansi dengan kita, itu adalah salah satu ekosistem yang ingin kita buat,” ujar Frans di Jakarta, akhir pekan lalu.
Frans mengatakan, terlepas dari persaingan mobil listrik antar merek pihaknya hanya ingin memberikan kemudahan untuk konsumen.
Saat ini menurut Frans sejak 2020 Hyundai sudah menjual nyaris 11.000 unit mobil listrik. Untuk itu pihaknya tak ingin konsumen Hyundai antre menunggu charging padahal di fasilitas milik Hyundai.
“Terlepas dari persaingan dan lain sebagainya kita balik lagi adalah customer yang paling utama. Kita mikirnya tadi konsumen mobil Hyundai yang kita harus berikan pelayanan terbaik,” ujarnya.
Selain hanya boleh dipakai oleh pemilik Hyundai, pemilik mobil listrik Hyundai harus membayar jika melakukan isi daya.
Besaran biayanya akan berbeda dengan SPKLU milik PLN. Detail tarif tiap lokasi mungkin berbeda, detailnya ada pada aplikasi myHyundai. Hyundai mengatakan tidak mengambil keuntungan dari layanan charging station ini.
"Aksesnya mudah dengan menggunakan aplikasi MyHyundai atau kartu RFID. Bahkan, untuk pembeli baru mobil listrik Hyundai akan mendapatkan gratis 50 KWh setiap bulannya, sesuai dengan program yang berlaku saat ini," ujar Frans sebelumnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/08/12/134100715/hyundai-cuek-bila-ada-anggapan-miring-soal-spklu