Senior Investigator KNKT Ahmad Wildan mengatakan, banyak sopir truk dihadapkan pada masalah jalan dan juga unit atau kendaraan yang tidak sesuai spesifikasi.
“Saya kasih contoh di Indonesia itu banyak sekali isu mengenai ketidakrataan jalan, dan ketika kendaraan ketemu di jalan tidak rata akan sulit,” ujar Wildan di Tangerang, belum lama ini.
Wildan mengatakan, salah satu contoh ialah para sopir yang menggunakan truk tronton 6x2.
“Terutama tronton yaitu tronton banci 6x2 ketika bertemu dengan jalan tidak rata akan selesai tidak akan bisa naik. Isu di sana bukan torsi, tapi traksi,” ujarnya.
“Sebab yang nempel di aspal sumbu 1 dan 3, sementara yang berputar sumbu 2 itu gantung, sliding, akhirnya tidak bisa naik. Itu yang terjadi di tanjakan Donggala, Mamuju, Dieng, itu semuanya isu jalan tidak raya,” ujar Wildan.
Wildan mengatakan, masalahnya ialah pengusaha truk tidak paham hal tersebut. Padahal, teknologi otomotif sudah menjawab kebutuhan tersebut.
“Untuk mengatasi itu, sebetulnya mudah gunakan tronton 6x4 yang sumbu 2 dan 3 berputar semua, dengan demikian dia akan naik,” ujar Wildan.
“Karena transporter (perusahaan truk) tidak paham itu pakai 6x2 jadi truk itu dipakai di tol di jalan datar, di gunung dengan kendaraan yang sama,” katanya.
Selain spesifikasi truk yang tidak sesuai, Wildan mengatakan, tugas sopir truk makin berat karena masalah jalan di mana 85 persen jalan di Indonesia itu tidak sesuai dengan regulasi.
“Ketika kita nanjak dan menikung itu seharusnya R (belokan) panjang, tapi zaman dulu tidak paham itu. Nanjak terus nikung, ya sudah,” ujarnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/07/29/084200815/tugas-sopir-makin-berat-karena-truk-tak-sesuai-spesifikasi