TANGERANG, KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, sektor transportasi jadi kontributor utama terhadap emisi gas rumah kaca di Indonesia.
Hal tersebut dikarenakan penggunaan bahan bakar pada mobil dan sepeda motor yang sangat tinggi dibanding sektor lain, yaitu 44 persen.
Demikian dikatakan Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM RI, Agus Tjahajana Wirakusumah dalam Gaikindo International Automotive Conference (GIAC) di ICE BSD, Tangerang, Selasa (23/7/2024).
"Kendaraan roda empat menurut literatur mampu menghasilkan rata-rata 4,1 ton emisi CO2 per tahun. Kalau ditinjau dari besarnya volume bahan bakar 2022, bisa mengeluarkan emisi sebesar 6,4 ton CO2 per tahun," kata dia.
"Sementara berdasarkan data BPS, per 2020 jumlah kendaraan yang beroperasi roda empat di Indonesia mencapai 3 juta unit dan 125 juta unit sepeda motor," lanjut Agus.
"Jadi kalau saja 70 persen kendaraan beroperasi penuh dalam satu tahun dan menempuh jarak 19.000 km, maka sektor otomotif Indonesia menghasilkan kurang-lebih sebesar 100 juta ton CO2 tiap tahun," ucapnya.
Jumlah tersebut belum menghitung kendaraan baru pada tahun-tahun mendatang yang semakin bertambah seiring peningkatan penjualan.
"Kita sama-sama merasakan bahwa pada Agustus 2023 lalu, pandangan mata menjadi sangat terbatas. Gedung bertingkat yang jaraknya tidak terlalu jauh dan biasa terlihat jelas menjadi terlihat samar-samar. Saat bersamaan muncul gejala sesak pernapasan dan berbagai penyakit menyangkut pernapasan," kata Agus.
Pada kondisi inilah Kementerian ESDM mempunyai peran penting untuk mengontrol produksi emisi CO2 di Indonesia melalui berbagai langkah strategis. Salah satunya, penerapan flexy engine.
"Kami menyambut inisiatif Gaikindo yang mendorong kehadiran dan peran flexy engine untuk mendukung sektor transportasi agar kendaraan tetap mampu menjalankan roda ekonomi sekaligus mengurangi emisi CO2," ucap dia.
Adapun flexy engine menurut Peraturan Pemerintah 73/2009 adalah kendaraan bermotor yang dapat menggunakan bahan bakar nabati hingga 100 persen.
Bahan bakar nabati sendiri, terbagi tiga yaitu biodiesel, bio etanol, dan bio avtur untuk pesawat terbang.
"Kami menerjemahkan pemerintah harus usaha keras agar bahan2 pengganti BBM ssil harus tersedia dan mudah dijumpai agar konsumen kendaraan merasakan kenyamanan yang sama ketika menggunakan fosil," kata Agus.
"Seiring dengan hal tersebut, dilakukan transisi menuju era netralitas karbon pada kendaraan bermotor melalui pemakaian mobil listrik," tutup dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/07/23/170200615/sektor-transportasi-masih-jadi-kontributor-utama-polusi-udara