JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PO Sinar Jaya Teddy Rusli membandingkan kondisi transportasi di Indonesia dengan negara luar. Menurutnya di Indonesia, harus juga ada pembatasan buat mobil pribadi.
Menurutnya kalau di negara maju, malah lebih sedikit mobil pribadi dibanding bus. Berbeda dengan di Indonesia yang sudah terlihat kalau populasi kendaraan pribadi lebih banyak dari kendaraan umum.
"Yang harusnya dibatasi itu mobil pribadi. Kalau komersial, tergantung perawatan. Kalau sudah tidak menguntungkan, buat apa terus diperbaiki, lebih baik beli baru (bus)," kata Teddy kepada Kompas.com belum lama ini.
Bicara mobil pribadi, menurut Teddy mobil yang terlampau banyak itu tidak di-KIR layaknya bus. Padahal, risiko bahaya pada kendaraan pribadi yang tidak terawat juga tinggi.
"Pribadi (mobil) kan kalau duitnya ada, bisa merawat. Bahkan ada juga yang perilaku terlalu hemat, dia servis mobilnya di bengkel enggak jelas," kata Teddy.
Memang kalau berkaca ke negara yang maju, mobil setiap tahun rutin dicek lagi kondisinya seperti apa. Sedangkan di Indonesia, setiap tahun paling bayar pajak dan saat ganti kaleng (pelat), cuma dicek sekilas kondisi fisik mobilnya.
"Kalau ingin jadi negara maju, transportasinya harus diatur. Bicara polusi, yang ditertibkan harusnya jumlah mobil pribadi. Berani tidak membatasi usia untuk mobil?" kata Teddy.
Misalnya seperti sekarang, maka populasi kendaraan pribadi terus bertambah. Makanya jalanan terus macet karena penambahan lebar jalan lebih kecil daripada jumlah mobil yang dibeli.
"Seebagai produsen mobil pribadi juga enak. Mereka tahu kebutuhannya berapa dan bisa dipersiapkan. Jadi lebih rapi, walau tambah mobilnya, terkontrol," kata Teddy.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/05/17/172100415/bos-sinar-jaya-minta-mobil-pribadi-juga-ikut-uji-kir