JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), mengungkap beberapa kendala yang merintangi suksesi program elektrifikasi dan percepatan kendaraan listrik di Indonesia.
Pihak Kemenko Marves menjelaskan, banyak pihak menganggap jika faktor ekosistem seperti minimnya jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) adalah kendala utama. Anggapan ini ternyata keliru, karena ada persoalan yang jauh lebih besar.
Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves menjelaskan, kendala dimaksud adalah rentang harga dari mobil listrik, yang terbilang cukup mahal.
Menurut Rachmat, banderol mobil listrik tergolong mahal bahkan terkesan overpriced di awal kemunculannya tahun 2022. Kondisi inilah yang dinilai menghambat pertambahan pengguna.
“Kalau kita lihat 2022 kemarin yang awal-awal, harga mobil listrik itu mahal ya. Bahkan di base price (mobil listrik termurah), masih banyak mobil ICE yang lebih bagus, jelas konsumen memilih ICE,” ucapnya di sela-sela konferensi pers d Jakarta, Jumat (1/3/2024).
Beruntungnya, harga mobil listrik di Indonesia mulai terjangkau dan opsinya sudah bertambah, seiring dengan berjalannya waktu dan kehadiran beberapa merek baru di bursa otomotif nasional.
Menurut Rachmat, penyediaan ekosistem memadai tentu akan menjadi fokus pemerintah. Namun di sisi lain, persoalan harga mobil listrik harus bisa diperhatikan oleh produsen.
“Semisal kita sudah punya ekosistem memadai dan SPKLU sudah banyak sekali, kalau harga mobil listriknya Rp 800 juta ke atas, ya orang pasti pikir-pikir kalau mau beli,” ucapnya.
Kendati demikian, Kemenko Marves memprediksi adanya tren positif untuk pertambahan populasi mobil listrik di Indonesia, menyusul diterapkannya banyak aturan baru untuk 2024.
Aturan tersebut berupa program bantuan seperti subsidi dan insentif, yang ditargetkan untuk pihak produsen maupun konsumen.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/03/07/121200015/kemenko-marves-sebut-harga-mobil-listrik-kemahalan