JAKARTA, KOMPAS.com - PT Hyundai Motors Indonesia (HMID) saat ini sudah menyajikan sejumlah lini produk yang bermain di kelas Multi Purpose Vehicle (MPV), Sport Utility Vehicle (SUV) kompak dan premium, serta kendaraan listrik murni atau battery electric vehicle (BEV).
Apabila melihat line up kendaraan yang ada, Hyundai belum bermain di kelas mobil murah alias low cost green car (LCGC). Padahal, segmen kendaraan tersebut cukup banyak peminatnya di Tanah Air, terutama bagi first car buyer.
Menanggapi hal ini, Budi Nur Mukmin, Chief Marketing Officer of PT Hyundai Motors Indonesia mengatakan, volume penjualan tidak hanya datang dari segmen mobil murah. Untuk itu, menurutnya Hyundai tidak harus masuk ke segmen tersebut demi mendongkrak penjualan.
“Kami tidak harus masuk ke segmen itu sebenarnya, karena kalau kita lihat segmen demi segmen, untuk menghasilkan volume besar itu tidak selalu harus di bawah,” ucap Budi, saat ditemui di Jakarta Selatan, baru-baru ini.
“MPV, LCGC atau segmen entry MPV mungkin secara permintaan tinggi. Tetapi sebenarnya kita tidak harus ke sana untuk mengekspansi merek kita. Sekarang itu kekuatan merek Hyundai adalah premium dalam hal kualitas produk yang membuat kita kuat di sini. Jadi apakah perlu masuk ke segmen LCGC, entry, atau MPV enggak harus juga,” lanjut Budi.
Hal ini dibuktikan dengan penjualan Ioniq 5 yang mengalami pertumbuhan hampir empat kali lipat di tahun 2023, dan menorehkan angka penjualan hingga 7.000 unit.
"Buktinya Ioniq kita itu jualan pernah sampai 800 unit per bulan. Itu kan angka yang cukup besar, jadi saya rasa tidak harus masuk segmen yang paling bawah,” kata Budi.
Sebagai informasi, mobil Hyundai yang paling murah saat ini adalah Stargazer Active MT yang dijual Rp 249,6 juta. Sementara untuk kendaraan termahal Hyundai merupakan mobil listrik Ioniq 6 yang dibanderol Rp 1,22 miliar.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/02/08/080200915/mobil-murah-belum-tentu-mampu-mendongkrak-pasar-otomotif-nasional