JAKARTA, KOMPAS.com - Redaksi Kompas.com dapat kesempatan buat mencoba Kawasaki W175 Cafe selama beberapa hari. Bisa dibilang, motor bergaya klasik ini jadi pilihan unik, desainnya klasik ditambah fitur sederhana.
Soal harga, W175 Cafe dibanderol Rp 36,4 juta, cukup tinggi sebenarnya buat motor dengan fitur bersahaja. Cuma memang Kawasaki menawarkan pilihan produk yang unik di kelasnya.
Bicara soal desain, W175 Cafe tampil layaknya motor lama, lampu depan bulat dan masih halogen. Lalu dari lampu sein yang mikanya kuning, ditambah desain tangki yang normal dan jok ala motor Cafe Racer.
Bagian pelek masih mengandalkan jari-jari berukuran 17 inci. Bagian suspensi juga simpel, depan teleskopik dengan cover dan belakang ganda, warnanya kuning karena model Cafe.
Pada bagian instrument cluster, lebih sederhana lagi karena cuma menampilkan kecepatan. Odometer dan trip masih mekanis, serta ada lampu yang menandakan lampu jauh, lampu sein, dan indikator netral, itu saja.
Kalau bahas spesifikasinya, paling penting tentu ada di bagian mesin. W175 Cafe menggunakan mesin 177cc satu silinder berpendingin udara. Suplai bahan bakarnya masih pakai karburator, padahal di India sudah injeksi.
Mesin tersebut menghasilkan tenaga sebesar 13 PS atau sekitar 12,8 TK dengan torsi 13,2 Nm. Performa tadi disalurkan ke roda belakang pakai transmisi lima percepatan.
Soal dimensi, W175 Cafe punya panjang 1.940mm, lebar 765mm, dan tinggi 1045mm. Jadi kalau dibandingkan, tidak berbeda jauh dari skuter matik bongsor seperti Honda PCX, sedikit lebih panjang dan lebar saja.
Bahas ergonomi duduk, setang varian yang Cafe ini dibuat lebih rendah dan lebar saat dibandingkan yang standar. Redaksi yang tinggi badanya 178 cm duduk cukup nyaman. Posisi kaki tidak terlalu ke belakang dan tangan bisa menekuk dengan rileks.
Cuma kelihatan saja dengan postur tadi dan berat badan 80 Kg, W175 Cafe jadi terasa kecil. Satu hal yang kurang redaksi suka adalah tangkinya rendah, kaki kami bahkan hampir se-tinggi tangki tadi.
Soal rasa berkendara, ketika dipakai di jalanan yang macet, W175 Cafe ini lincah meliuk-liuk di kemacetan. Cuma, postur redaksi yang punya tinggi badan 178cm, ketika setang mau ditekuk penuh, maka akan mengenai kaki yang menempel ke tangki.
Lalu saat dibawa jalan jauh, performa mesinnya sebenarnya cukup mumpuni buat harian, tapi harus adaptasi. Misal, tidak ada takometer atau penunjuk putaran mesin, jadi perlu dikira-kira kapan waktu yang tepat buat naik gigi.
Tapi setelah dicoba, cukup terasa kapan gigi harus naik, karena sensasi putaran mesin yang kentara. Paling enak itu ada di gigi tiga dan empat, saat masuk gigi lima atau top gear, lebih cocok buat cruising. Selama perjalanan, kecepatan puncak ada di 80 Kpj.
Soal konsumsi BBM, kami coba di jalanan macet menghasilkan 29 Km per liter. Sedangkan saat cukup lancar, W175 Cafe ini bisa mencatat 36 Km per liter, cukup hemat ternyata buat motor yang sederhana ini.
Bicara biaya kepemilikan dalam setahun, redaksi sudah menghitung jumlah dari servis rutin, pajak tahunan, dan ongkos BBM. Total yang kami dapatkan adalah mulai Rp 6.247.300 sampai Rp 7.283.300. Berarti setiap bulannya bisa menyiapkan dana mulai Rp 520.000-an, atau per hari Rp 17.000-an.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/01/27/092200415/tes-lengkap-kawasaki-w175-cafe-dari-desain-sampai-biaya-kepemilikan