JAKARTA, KOMPAS.com - Kecelakaan yang melibatkan kendaraan roda empat dan kereta api kembali terjadi. Bahkan pada Minggu (14/1/2024), terjadi dua insiden yang berbeda hingga memakan korban jiwa.
Kecelakaan pertama melibatkan Kereta Api Gaya Baru Malam Selatan (GBMS) dan mobil Toyota Agya di Pelintasan Kereta Tanpa Pintu Desa Taji, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Diduga pengemudi mobil Toyota Agya saat menyeberang kurang memperhatikan adanya kereta api. Kereta berjalan dari arah Solo menuju Jogja di jalur rel hilir. Sedangkan mobil Toyota Agya melintas dari arah Pereng menuju Simpang Toserba WS.
“Terjadilah benturan antara Kereta Api Gaya Baru Malam Selatan dengan mobil Toyota Agya, mengakibatkan dua orang pengemudi dan penumpang mobil meninggal dunia,” kata Kapolsek Prambanan AKP Zaenudin, dikutip dari Kompas.com, Minggu (14/1/2024).
Insiden lain, menimpa mobil Toyota Innova yang ditumpangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuwangi, Jawa Timur, tertabrak Kereta Api Wijaya Kusuma yang melaju dari arah Banyuwangi menuju Jember di pelintasan tanpa palang.
Beruntungnya tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut, namun mobil Innova alami kerusakan parah di bagian belakang.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, kecelakaan antara kereta api dengan pengguna jalan di pelintasan sebidang maupun perlintasan liar (tanpa palang) masih sering terjadi.
Untuk itu, guna meminimalisir dan mencegah kecelakaan, pengguna jalan tidak boleh langsung memotong atau menyeberang tetapi wajib berhenti sejenak untuk memperhatikan kondisi sekitar.
“Pengguna jalan pada saat akan melintas pada pelintasan sebidang, baik itu yang dijaga maupun tidak termasuk pada lintasan liar, tidak boleh langsung memotong tapi wajib berhenti sejenak memperhatikan kanan dan kiri, taat pd rambu- rambu. Setelah betul-betul aman baru melintas,” ucap Budiyanto.
Menurut Budiyanto, ketidaktahuan dan kurangnya disiplin pengguna jalan pada saat melintas di pelintasan sebidang berakibat terjadinya kecelakaan.
Secara hukum, aturan kendaraan melintasi pelintasan kereta sudah diatur tegas dalam Pasal 114 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Pasal tersebut berbunyi:
Pada pelintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib:
a. berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau isyarat lain;
b. mendahulukan kereta api; dan
c. memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel
Terdapat sanksi bagi pengemudi yang melanggar aturan tersebut. Dijelaskan dalam Pasal 296 Undang-Undang yang sama, pengemudi yang melanggar aturan sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 114 tersebut akan dipidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda maksimal Rp 750.000.
Selain itu, telah tertulis pedoman mengenai cara berlalu lintas ketika melewati pelintasan kereta sebidang. Pedoman tersebut diatur dalam Peraturan Dirjen Perhubungan Darat Nomor SK.047/AJ.410/DRJD/2018.
Pada Pasal 11 huruf (e) dikatakan bahwa, pengendara wajib menghentikan sejenak sebelum melewati pelintasan sebidang, serta menengok ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada kereta api yang akan melintas.
Budiyanto melanjutkan, perlu beberapa upaya mitigasi dengan mengacu pada aturan atau regulasi, yang bisa dilakukan oleh para pemangku kepentingan agar kejadian ini tidak terulang. Diantaranya:
a.Perpotongan antara jalur kereta api dibuat tidak sebidang dengan cara membangun flyover atau underpass
b.Penutupan perlintasan-perlintasan liar
c.Meningkatkan fungsi keamanan dengan memasang sinyal, suara, rambu STOP pada pelintasan sebidang
d.Sosialisasi kepada masyarakat tentang aturan berkaitan dengan Perkeretaapian.
e.Apabila terjadi laka pada perlintasan, penyidikan lebih komprehensif jangan hanya berkutat pada sopir kendaraan yang tertabrak. Regulasi sudah jelas tentang hak dan kewajiban pengguna jalan dan pemangku kepentingan.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/01/15/062200915/mobil-vs-kereta-di-pelintasan-liar-pengemudi-wajib-waspada