SLEMAN, KOMPAS.com - Transmisi matik menjadi teknologi andalan pada mobil modern. Sebut saja, Nissan X-Trail, Mitsubishi Pajero, Toyota Fortuner dan model lainnya juga menyediakan tipe matik sebagai pilihan. Hal ini menandakan transmisi matik cukup diandalkan.
Namun, transmisi matik kerap dianggap sebelah mata serta gampang rusak khususnya bila digunakan pada lintasan menanjak seperti perbukitan. Lantas, apakah hal itu benar?
Budi, Mekanik Aha Motor Yogyakarta mengatakan beberapa kasus mobil matik mengalami kerusakan transmisi memang saat atau setelah digunakan di medan jalan berbukit, namun ada penyebab lainnya yang lebih berbahaya.
“Seperti Nissan Juke ini, sebelum sampai sini sempat mati tiba-tiba saat digunakan di area Kopeng, Semarang Jawa Tengah, ini bukan kasus pertama mobil matik rusak transmisinya setelah digunakan di jalan berbukit,” ucap Budi kepada Kompas.com, Kamis (20/10/2023).
Budi mengatakan ada kemungkinan mobil matik memang didesain khusus untuk jalanan datar saja, tapi jika dilihat secara lebih teliti sebagian besar kerusakan transmisi matik disebabkan oleh kondisi olinya yang sudah jelek.
Nissan Juke yang yang saat itu sedang diperbaiki oleh Budi juga sempat dibersihkan saluran olinya di bengkel lain, namun hasilnya kurang maksimal.
“Meski sudah dibersihkan, pas diperiksa di sini masih ada kotoran yang terlihat, ini menandakan masalah utama kebanyakan transmisi matik adalah kualitas oli, maka dari itu penggantian oli perlu benar-benar diperhatikan,” ucap Budi.
Oli transmisi matik bisa mengalami penurunan kualitas menurut Budi, bisa disebabkan oleh durasi pemakaian, dan beban yang diterima oleh transmisi. Seperti ketika mobil kerap digunakan di jalanan menanjak maka beban transmisi akan semakin tinggi.
“Viskositas serta kemampuan oli dalam mentransfer tenaga akan menurun bila beban transmisi berat atau olinya kerap memanas saat digunakan, maka dari itu mobil-mobil modern dilengkapi fail safe mode,” ucap Budi.
Begitu oli transmisi matik sudah panas melebihi level yang ditentukan, maka sistem akan secara otomatis memerintahkan transmisi membatasi diri; bisa berupa pembatasan kecepatan, tenaga bahkan bisa mati mesinnya.
“Sistem tersebut cukup canggih sebenarnya untuk mengurangi dampak kerusakan, hanya saja itu kurang cukup bila tidak diimbangi dengan perawatan yang baik, ini pentingnya mengganti oli secara teratur,” ucap Budi.
Dengan mengganti oli transmisi matik maka diharapkan setiap saluran oli pada transmisi lancar, atau tidak ada sumbatan sehingga tekanan yang dihasilkan untuk menekan piston dalam memainkan kopling matik tidak melemah.
Ketika tekanan oli melemah, maka kampas kopling akan mengalami selip sehingga akan membuatnya cepat aus dan rusak. Hal ini juga berlaku pada transmisi jenis CVT, penggerak puli membesar dan menyusut ditentukan oleh tekanan oli.
Budi mengatakan, maksimal penggantian oli dilakukan setiap 40.000 Km, flushing setiap 80.000 Km. Semakin sering oli transmisi diganti maka semakin berpotensi menjaga kebersihan saluran oli sehingga potensi tersumbatnya lebih kecil.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/10/20/131200115/catat-mayoritas-transmisi-mobil-matik-rusak-karena-ini