JAKARTA, KOMPAS.com – Implementasi ganjil genap buat kendaraan bermotor khususnya mobil rupanya sulit menjadi efektif untuk menekan polusi udara di Jakarta.
Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), mengatakan, ganjil genap mobil tidak berefek sama sekali terhadap penurunan emisi.
“Jakarta itu sebenarnya dengan sekitar 40 persen kendaraan masuk di jalan itu sudah macet. Apalagi kalau ganjil genap itu kan potensinya hanya 50 persen,” ujar pria yang akrab disapa Puput, kepada Kompas.com, Jumat (13/10/2023).
“Nah, kalau macet berarti kan polusi tetap tinggi. Artinya dengan 40 persen juga, Jakarta sudah jenuh, udaranya sudah kotor,” kata dia.
Menurutnya, dengan jumlah kendaraan di jalan sebanyak 40 persen saja, kualitas udara di Jakarta sudah masuk kategori buruk. Apalagi jika kapasitas kendaraan mencapai 100 persen.
“Jadi batasnya 40 persen kendaraan sudah menyebabkan kualitas udara Jakarta buruk. Jadi enggak usah menunggu 100 persen, dengan 40 persen sudah buruk,” jelasnya.
Puput juga mengatakan, ganjil genap mobil tidak efektif untuk menurunkan polusi udara. Karena kontribusi terhadap pencemaran udaranya relatif kecil ketimbang moda transportasi lainnya.
Berdasarkan catatan KPBB, sepeda motor jadi kendaraan paling berpolusi. Pada urutan kedua ada truk, lalu bus, baru kendaraan pribadi roda empat atau mobil berada di posisi empat.
Share polutan sepeda motor untuk partikel debu sekitar 44,53 persen. Sementara unsur karbon monoksida sepeda motor mencapai 70 persen, dari total emisi seluruh kendaraan bermotor.
“Dengan kata lain, karena tidak efektif dengan mobil, mau enggak mau harus dengan sepeda motor untuk dikenakan ganjil genap,” ucap Puput.
“Kenapa? Karena share polutannya sepeda motor lebih tinggi. Sehingga kalau itu diterapkan akan jauh lebih efektif,” ujarnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/10/14/090200915/ganjil-genap-mobil-sulit-turunkan-polusi-udara-di-jakarta