JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam memenuhi mobilitas untuk semua kalangan di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) yang sangat kompleks, diperlukan pendekatan mendalam dan menyeluruh. Apalagi, ketika bicara tentang netralitas karbon yang kini menjadi tantangan global.
Dikatakan Pras Ganesh, Executive Vice President People & Businesss Transformation Group Toyota Asia Regional Office, setidaknya ada lima elemen utama yang patut diperhatikan untuk menjawab kebutuhan mobilitas di ASEAN.
"Pertama adalah dari sisi demografi, di mana setiap negaranya memiliki angka masyarakat produktif yang berbeda-beda dan cenderung lebih besar daripada kawasan lain. Ditambah India, pasar ini menjadi sangatlah kompleks," kata dia dalam konferensi pers virtual, Kamis (12/10/2023).
"Indonesia misalnya, memiliki jumlah penduduk sebesar 270 juta jiwa. Kemudian Thailand, 71,8 juta jiwa, Malaysia 34,3 juta jiwa. Tentu pendekatan atas mobilitasnya akan beda-beda karena terdapat kebutuhan (berdasarkan usia) yang berbeda," lanjut Pras.
"Sementara apabila kita bicara mobilitas, ini merupakan konsep yang sangatlah subyektif. Setiap orang memiliki preferensinya masing-masing atas kendaraan. Hal itu membuat pasar ASEAN sangatlah unik bila dibanding kawasan lain," kata dia lagi.
Tingkat kompleksitas pasar ASEAN juga didukung dengan perbedaan tingkatan ekonomi di tiap negaranya, yang dapat dilihat berdasakan total Produk Domestik Bruto (PDB) dan rasio kepemilikan kendaraan bermotor.
Pasalnya, sektor ini, menentukan pola pembelian kendaraan bermotor (segmentasi pasar). Sehingga, belum tentu suatu model kendaraan di suatu negara bisa laris ketika dipasarkan di negara lainnya.
"Bicara tentang pergerakan ekonomi di suatu negara ASEAN, juga berbeda-beda. Thailand misalnya, yang mayoritas berada di satu kawasan yaitu Bangkok. Kalau di Indonesia, ada Jakarta dan Kalimantan. India lebih luas lagi, sehingga kebutuhan mobilitas berbeda," ucap Pras.
"Seiring dengan elemen-elemen itu, jaringan transportasi juga penting untuk diperhatikan. Kebanyakan, belum berkembang baik sehingga kendaraan pribadi masih menjadi moda utama," ucap Pras.
Elemen terakhir ialah mengenai regulasi dan ekspektasi pemerintah di masing-masing negara untuk sektor otomotif.
"Misalnya di Vietnam yang lebih mengarah bagaimana kita memperkuat industri otomotif, dari penguatan supply chain, ekspor, dan lainnya. Di Indonesia, lebih kepada pertambanga dan pemanfaatan sumber daya alam (komponen baterai)," kata dia.
"Kalau di India, bagaimana kita menyerap sebanyak-banyaknya pekerja lokal dan kurangi impor BBM. Thailand itu bagaimana kita mempertahankan produktivitas manufaktur untuk tetap menjadi ekspor hub," tambah Pras.
"Jadi, setiap negara memiliki ekspektasinya sendiri untuk swasembada di sektor otomotif. Dengan kondisi tersebut, saya bisa simpulkan pasar Asia dengan satu kata, yaitu Divesity," kata dia lagi.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/10/13/080200415/pasar-asia-sangat-kompleks-solusi-mobilitas-jangan-dipukul-rata