BOGOR, KOMPAS.com - Menyoal pelaksanaan program konversi sepeda motor listrik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengkritisi beberapa aturan yang ditetapkan Kementerian ESDM dan Kementerian Perhubungan.
Satu hal yang dianggap menjadi permasalahan, aturan-aturan ini dirasa terlalu rumit dan berbelit, serta bisa menghambat efektivitas dan penyerapan motor listrik konversi.
Ganesha Tri Chandrasa, EV and RE Senior Researcher BRIN menjelaskan, aturan soal kewajiban uji tipe, tes kelayakan jalan, dan rentetan regulasi lainnya justru bisa menjadi blunder.
Alih-alih menggawangi efektivitas program konversi, rentetan aturan tersebut justru bisa mempersulit.
“Ini (program konversi) ke depannya bisa repot, karena ada turunan-turunan peraturan yang bikin ribet,” ucapnya kepada Kompas.com di sela-sela pameran IEMS, Rabu (20/9/2023).
Dia menyarankan agar aturan uji tipe motor konversi dipermudah, supaya penyerapannya bisa lebih cepat.
Menimbang tujuan awal Kementerian ESDM dan Kementerian Perhubungan yang hendak memperbanyak motor konversi, nampaknya aturan lebih ringkas bisa mempermulus upaya ini.
“Jangan sampai motor konversi itu jadi kendaraan yang segmented (pasarnya khusus),” kata dia.
Pada kesempatan terpisah, Kementerian ESDM memang sempat mengungkapkan jika penyerapan program konversi motor listrik berjalan cukup lambat,
Sripeni Inten Cahyani, Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Ketenagalistrikan mengatakan, saat ini sudah terdapat 5.659 masyarakat yang mengajukan program subsidi konversi motor listrik sebesar Rp 7 juta.
Namun berdasarkan fakta di lapangan, realisasi unit yang dikonversi masih berbanding jauh dengan target, yakni hanya 100 unit saja.
"Sampai pada Agustus 2023, statusnya sudah ada 5.695 pemohon konversi. Tetapi yang terealisasi baru 100 unit," kata Inten kepada Kompas.com, dalam rangkaian acara Rapat Anggota AISMOLI & Focus Discussion di Jakarta, Rabu (13/9/2023).
https://otomotif.kompas.com/read/2023/09/21/081200615/brin-kritisi-aturan-uji-tipe-motor-listrik-terlalu-ribet-dan-berbelit