JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah RI tengah gencar mendorong pertumbuhan motor listrik, salah satunya lewat pemberian subsidi Rp 7 juta. Meski begitu, penjualan motor listrik masih terbentur sejumlah problem.
Kesimpulan ini diungkap dalam studi kendaraan listrik yang dibuat Foundry bersama Deloitte Indonesia.
Dalam laporan ini, mengeksplorasi pasar kendaraan listrik, menganalisis potensi, infrastruktur, dan model bisnis inovatif yang dapat meningkatkan adopsi kendaraan listrik di Indonesia.
“Kalau kita lihat lebih lanjut, sebetulnya untuk adopsi ada beberapa problem untuk motor listrik,” ujar Erwin Arifin, Director of Research Foundry di Jakarta (12/9/2023).
“Jadi ini adalah studi kita, salah satu key problem-nya kurangnya infrastruktur dari energy distribution,” kata dia.
Oleh sebab itu, pemerintah kabarnya bakal mendorong pertumbuhan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).
Targetnya, 2030 nanti, jumlah SPKLU bisa tumbuh menjadi 48.118 unit, sedang SPBKLU mencapai 196.179 unit.
Erwin juga mengatakan, hambatan selanjutnya datang dari konsumen yang masih menimbang-nimbang produk motor listrik yang sesuai dengan kebutuhannya.
“Lalu juga kurang performance yang dinilai oleh pengguna, masih kurang mumpuni. Lalu yang terakhir, mahalnya harga motor listrik,” ucap Erwin.
Sementara itu, Agus Tjahajana Wirakusumah, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM, mengatakan, konsumen banyak yang mempertanyakan perihal kualitas produk dan layanan purnajual.
"Yang berikutnya harga kendaraan bekasnya, ini masih menjadi pertanyaan kita semua, jadi belum terbentuk," kata Agus, pada kesempatan yang sama.
"Kemudian kenyamanan saat dikendarai, banyak kendaraan listrik yang kita dapat infonya, loncat, ibu-ibu takut. Itu yang harus dipecahkan bersama-sama, terutama oleh pemegang merek," ujarnya.
Agus juga mengatakan, saat ini belum ada skema yang win-win antara penjual dan pembeli, khususnya dalam skemaswap baterai.
Karena dengan tarif yang sama, konsumen bisa saja mendapatkan baterai dengan kualitas yang telah menurun.
"Kemudian soal kebiasaan. Terlalu biasa dengan ICE (Internal Combustion Engine). 40 tahun kita mau mengubah, ada sesuatu yang menurut saya kita perlu waktu. Enggak bisa setahun, dua tahun, kemudian jadi," ucap Agus.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/09/13/083200415/problematika-laju-penjualan-motor-listrik