JAKARTA, KOMPAS.com - Belakangan ini, banyak terjadi kasus penggunaan pelat nomor palsu di Indonesia. Pelanggaran tersebut banyak dianggap sebagai pelanggaran lalu lintas biasa. Berbeda dengan di luar negeri yang dianggap tindakan pindana.
Contoh kasus terbaru adalah kejadian Jeep Wrangler Rubicon yang menyerempet kendaraan dan viral di media sosial. Ketika dicek oleh pihak kepolisian, ternyata pelat nomor tersebut bukan didaftarkan atas kendaraan Rubicon.
Kasus yang paling fenomenal mungkin seperti yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo. Dia mengaku menggunakan pelat nomor palsu untuk gagah-gagahan atau terlihat keren.
Aturan mengenai pelat nomor sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Berikut ini sanksi penggunaan pelat palsu sebagaimana diatur dalam UU tersebut:
- Pasal 280, melanggar tidak dipasangi tanda nomor kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
- Pasal 288 Ayat 1, melanggar tidak dilengkapi dengan STNK atau surat tanda coba kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Kriminolog Leopold Sudaryono, mengatakan, di luar negeri penggunaan pelat nomor palsu bukan sekadar pelanggaran lalu lintas yang hukumannya administratif, yakni denda atau cabut SIM. Tapi, sudah masuk tindak pidana, hukumannya bisa penjara.
"Kita budaya hukum berlalu lintas masih permisif, karena praktik penyuapan atau 'damai' masih banyak terjadi. Ini menyebabkan sebagian pengguna kendaraan tidak takut untuk menggunakan pelat palsu, karena jika ketahuan risikonya kecil," ujar Leopold, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (22/7/2023).
Leopold menambahkan, ada beberapa alasan mengapa pelat nomor palsu kerap digunakan. Pertama, untuk gagah-gagahan. Kedua, menghindar dari kewajiban pajak. Ketiga, sebagai bagian dari aksi kejahatan. Keempat, untuk mendapatkan hak istimewa di jalanan.
Menurutnya, perlu untuk menaikkan besaran denda atau sanksi dari pelanggaran tersebut. Tapi, yang paling penting lagi adalah menghapuskan praktik suap.
"Sanksinya perlu lebih serius dan yang terpenting praktik penyuapan ditolak. Sebab, menaikkan sanksi tapi penyuapan masih terjadi ya sama saja. Malah justru nilai penyuapan akan bertambah," kata Leopold.
Dikutip dari tilemlawfirm.com, di negara bagian New York, penggunaan pelat nomor palsu bisa mendapatkan hukuman maksimal berupa penjara empat tahun atau denda 5.000 dolar AS atau sekitar Rp 75 jutaan.
Sementara di Inggris, dikutip dari number1plates.com, penggunaan pelat nomor yang ilegal bisa dikenakan denda mulai 100 poundsterling hingga 1.000 poundsterling atau sekitar Rp 1,9 jutaan hingga Rp 19 jutaan.
Begitu pula di Singapura, dikutip dari straitstimes.com, penggunaan pelat nomor palsu bisa dikenakan denda hingga 5.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 56 jutaan, atau penjara 12 bulan, atau bisa juga keduanya.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/07/22/170200715/beda-dengan-luar-negeri-penggunaan-pelat-nomor-palsu-di-indonesia-dianggap