JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Perindustrian Bobby Gofar Umar mengatakan, implementasi program bantuan pemerintah atau insentif untuk pembelian kendaraan listrik perlu beberapa penyesuaian.
Pasalnya sejak berlaku mulai 20 Maret 2023 lalu, penyerapan kebijakan terkait belum sesuai dengan harapan. Tentu, banyak alasannya sehingga pemerintah harus lakukan evaluasi pada beberapa aspek.
Menurut Bobby, salah satu hal yang memerlukan penyesuaian adalah proses restitusi pajak, karena dianggap masih menjadi salah satu hambatan.
"Dari produsen itu masih membebankan ke diler 11 persen, ya, PPN. Sementara untuk insentif kendaraan listrik kan cuma 1 persen. Nah, 10 persen itu nanti dari diler bisa direstitusi ke produsen dan kemudian ke pemerintah," katanya di Jakarta, Rabu (21/6/2023).
Proses restitusi ini, lanjut Bobby, berpotensi menimbulkan bottleneck atau kemacetan dalam pencairan pajak insentif. Oleh sebab itu ia mengusulkan agar pemerintah RI melakukan penyederhanaan prosedur penyaluran insentif mobil listrik.
"Kenapa tidak dari ujung itu gak langsung satu persen sehingga tidak perlu adanya restitusi dan sebagainya. Itu menyederhanakan prosedur," ujarnya.
Untuk diketahui, pemerintah telah menetapkan aturan pemberian bantuan atau insentif terhadap pembelian mobil listrik melalui potongan pada Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 10 persen (Permenkeu No 6/2023).
Kemudahan ini diberikan untuk mobil listrik yang memiliki nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40 persen dengan kuota 35.900 unit. Dengannya, maka PPN yang dibebankan kepada pembeli hanya 1 persen.
Di samping itu, bantuan pemerintah atau subsidi untuk motor listrik juga telah ditetapkan berupa potongan harga sebesar Rp 7 juta untuk pembelian satu unit motor listrik yang memiliki TKDN minimal 40 persen (Permenperin No 38/2023).
Subsidi motor listrik ditujukan bagi masyarakat yang termasuk sebagai penerima manfaat kredit usaha rakyat, bantuan produktif usaha mikro, bantuan subsidi upah, dan/atau penerima subsidi listrik sampai dengan 900 VA.
Namun penyerapan bantuan untuk motor listrik ini belum optimal. Bobby menilai, hal tersebut salah satunya karena verifikasi bagi penerima bantuan tidak mudah.
"Proses verifikasi terutama untuk motor misalnya, bisa berhak dan lain sebagainya itu prosesnya itu tidak mudah. Itu perlu ada sosialisasi dan juga sistem lebih mudah buat para cara calon konsumen dan diler karena ujung tombaknya diler," katanya.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/06/22/160100915/kadin-soroti-penerapan-insentif-kendaraan-listrik-yang-tersendat