JAKARTA, KOMPAS.com - CEO dan Pendiri PT Chakra Giri Energi Indonesia Herman Huang menjelaskan bahwa untuk mengadopsi transportasi publik listrik berbasis baterai di Tanah Air bukan suatu hal yang mudah.
Salah satunya, karena harga atas kendaraan jenis tersebut masih mahal dari kendaraan berpembakaran dalam atau konvensional.
"Perbandingan harga bus listrik itu cenderung lebih mahal dibanding bus diesel, ini merupakan satu tantangan juga," ujar Herman dalam webinar strategi Sinkronisasi Penerapan Electric Vehicle dalam Ekosistem Transportasi Publik, Rabu (14/6/2023).
Merujuk pada data yang dipaparkannya, harga bus listrik berkisar Rp 5 miliar, sedangkan harga bus berbahan bakar diesel hanya sekitar Rp 2 miliar.
Tingginya harga bus listrik disebabkannya masih mahalnya komponen-komponen yang digunakan, terutama baterai.
Menurut dia, mahalnya harga bus listrik cukup memberatkan perusahaan otobus, mengingat banyak di antara mereka yang memiliki kemampuan keuangan terbatas.
Oleh karena itu, Herman menilai perlu ada mekanisme-mekanisme khusus yang diterapkan untuk membantu perusahaan otobus dalam mengadopsi kendaraan listrik.
"Untuk mengadopsi berarti perusahaan otobus harus mengeluarkan uang lebih banyak, kecuali ada mekanisme-mekanisme khusus untuk membantu perusahaan otobus melakukan adopsi bus listrik," kata dia.
Meski demikian, pembelian bus listrik menghadirkan sejumlah keuntungan, termasuk biaya operasional yang lebih murah dibanding bus berbahan bakar konvensional.
Herman memperkiraan biaya operasional yang harus dikeluarkan untuk bus listrik per 10 tahun (200 km/hari) adalah sekitar Rp 2,3 miliar, sedangkan bus berbahan bakar diesel sebesar Rp 4,6 miliar.
"Jadi memang secara operational cost itu ada saving, yang kedua memang membantu menurunkan emisi," ucapnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/06/15/164100515/harga-jadi-kendala-pengadaan-bus-listrik-buat-transportasi-umum