JAKARTA, KOMPAS.com - Video yang berisi keluhan masyarakat akan suatu kondisi di jalan memang cukup sering terlihat ada di media sosial. Misal seperti video di mana orang membuka praktik parkir liar di seberang Mal Senayan City, Jakarta.
Pada rekaman tersebut, seorang wanita protes akan praktik parkir liar untuk motor. Dijelaskan, parkir di area depan Family Mart dikenakan tarif Rp 10.000, dijaga oleh preman dan kalau tidak mau, malah diusir.
Terdengar di rekaman tersebut memang cukup panas ucapan dari si perekam. Cuma untung saja preman yang direkam tadi tidak bereaksi berlebihan, seperti memukul atau sebagainya yang membuat situasi semakin parah.
Soal merekam, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia Sony Susmana mengatakan, merekam dilakukan bukan buat cari ribut, tapi untuk jadi bukti pelaporan.
"Hindari konflik dengan mereka yang bergaya seperti preman. Mereka masih berorientasi dengan perut dan setoran, jadi jangan memancing perselisihan," ucap Sony kepada Kompas.com, Selasa (13/6/2023).
Lalu kalau memang mau merekam, secukupnya saja untuk laporan ke Polisi kalau merasa dirugikan. Jadi buat rekamannya sederhana saja, jangan buat orang lain emosi.
"Jaga percakapan dan berperilaku dengan sopan. Mereka akan baik ketika kita berlaku baik juga," kata Sony.
Artinya, rekaman tidak perlu bertele-tele dan mengucapkan hal-hal yang membuat provokasi. Rekaman cukup berisi saksi, ada tempat dan ada pelaku, tidak perlu lebay karena bisa mengakibatkan konflik.
Soal merekam ini berlaku untuk kejadian apa saja, bukan cuma kalau ada praktik parkir liar. Jadi harus lebih berhati-hati kalau memang mau membuat video sebagai bukti pelaporan ke pihak berwenang.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/06/14/074200815/merekam-praktik-parkir-liar-hati-hati-rawan-konflik