Kini tren tersebut kian berkembang menjadi klakson basuri. Sama seperti euphoria bunyi klakson telolet, biasanya akan ada gerombolan anak-anak atau para pencinta bus yang sengaja menghadang agar sopir membunyikan klakson khas tersebut.
Hanya saja tidak sedikit pula yang menentang tren klakson basuri lantaran dianggap terlalu mengganggu karena menimbulkan kegaduhan.
Menanggapi fenomena tersebut, Rian Mahendra pemilik PO Mahendra Transport Indonesia (MTI) mengatakan, tren basuri ada sisi positif dan negatif. Sehingga dia tidak pernah melarang kreatifitas kru bus dalam memodifikasi bus.
“Aku dari dulu tidak pernah urusin variasi bus dari kru. Tapi aku selalu bilang siapapun yang pegang bus, mereka harus setor uang untuk kasih anak yatim piatu. Lalu mereka harus bisa variasi bus agar menjadi rasa kepedulian dan rasa kepemilikan untuk kendaraan. Jadi peraturan itu akan aku terapkan disini (PO MTI),” kata Rian kepada Kompas.com di pool bus MTI di bilangan Cawang, Jakarta Timur, Kamis (8/6/2023).
“Basuri saja bisa Rp 7 juta, belum lampu kolong dan karpet dalam. Tapi aku suka mereka jadi jaga betul bus,” kata Rian.
Hanya saja, menurut Rian bila melihat antusias masyarakat yang ingin bus membunyikan klakson saat melintas sangatlah perlu perhatian khusus.
Apalagi, yang melakukan tersebut mayoritas adalah anak kecil yang mana akan berbahaya bila sampai ke tengah jalan untuk minta klakson basuri.
“Harus ada pembinaan buat anak-anak kecil yang suka di pinggir jalan itu supaya tidak ke tengah supaya minta basuri. Itu bahaya banget. Itu yang harus diawasi dan di kontrol. Basuri sendiri faedahnya membahagiakan orang sedikit dan pahala juga. Tapi juga bisa tidak ada faedahnya. Klakson itu apapun nada bunyinya tetap mengagetkan banyak orang,” kata Rian.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/06/12/165100415/kata-rian-mahendra-tentang-fenomena-bus-pakai-klakson-basuri