JAKARTA, KOMPAS.com –Hingga saat ini penggunaan kendaraan penunggak pajak tahunan bahkan surat resmi masih marak di jalan.
Kendaraan ini, baik sepeda motor maupun mobil sejatinya tidak berstatus laik jalan karena tidak memenuhi kewajiban punya dokumen yang resmi yang aktif seperti STNK dan BPKB.
Biasanya, hal ini disebabkan oleh pemilik kendaraan tidak membayar pajak atau tidak diregistrasikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Meski budaya tertib registrasi dan taat bayar pajak kendaraan bermotor kerap digaungkan, namun jumlah kendaraan bodong yang beredar hingga saat ini masih banyak.
Pengamat transportasi Ketua Institusi Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas menyarankan, sebaiknya kendaraan bodong untuk tidak diberikan dilayani dalam pengisian BBM.
“Ini saran dari saya untuk Pertamina. Perlu ada perubahan regulasi dalam hal akses BBM dan pemberian jasa santunan. Selama ini semua pengendara kalau mengalami laka lantas disantuni oleh Jasa Raharja. Sangat tidak adil bila mereka (pemilik kendaraan bodong) menerima santunan tapi tidak bayar premi,” kata Darmaningtyas, Senin (20/3/2023).
Misalnya kendaraan ini kerap mengeluarkan polusi udara dan suara. Tidak hanya itu, kendaraan bermotor bodong juga sering dipakai sebagai sarana tindak kejahatan.
“Kalau bodong akan menyulitkan polisi mengusut pelaku kejahatan,” kata Darmaningtyas.
Kendaraan bodong juga berjalan di jalan yang dibangun dengan uang pajak, maka dari itu menurut ketua Instran tersebut akan sangat tidak adil jika berkontribusi merusak jalan tapi tidak bayar pajak.
“Siapa saja pemiliknya dan apapun jenis kendaraannya, kalau bodong ya harus dikenakan sanksi atau diberlakukan aturan tidak dilayani dalam pengisian BBM,” kata Darmaningtyas.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/03/20/173108215/ada-wacana-kendaraan-penunggak-stnk-dilarang-isi-bbm