JAKARTA, KOMPAS.com - Dewasa ini, fenomena truk dengan muatan dan dimensi berlebih (over dimension dan over loading/ODOL) masih jadi momok tersendiri pada angkutan berat di Indonesia.
Meski komunikasi atas dampak negatif yang sampai merugikan negara sudah sering digulirkan, tetap saja kondisi terkait tak kunjung membaik. Bahkan, target Zero ODOL yang digaungkan Kementerian Perhubungan untuk terlaksana tahun ini meleset.
Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan berpendapat, dengan kondisi yang sudah 'menjamur' tersebut pemberlakuan sanksi berupa tilang tidak selalu efektif.
Indonesia, lebih membutuhkan sistem rantai pasok atau supply chain yang modern di samping pembekalan-pembekalan pengetahuan kepada para pengusaha angkutan. Tentu, monitoring dari pemerintah pun diperlukan dengan tindak lebih tegas.
"Dari dimensi kebijakan, masalah overloading itu adalah masalah yang menuntut kita membuat sebuah sistem rantai pasok yang lebih modern, lebih efisien, dan juga lebih efektif," kata Wildan, Rabu (15/3/2023).
"Saya pernah ke satu pabrik gula. Itu truk disuruh membawa muatan minimal 30 ton dalam bentuk paket. Untuk angkutan logistik yang menjadi tulang punggung angkutan, ini sebenarnya kesalahan fatal. Kalau begini repot. Ini bagian dari rantai pasok yang sebenarnya ujungnya adalah sistem kita," ujar dia.
Dia menyebutkan, Indonesia memiliki indeks biaya logistik yang paling rendah dan paling tidak ekonomis. Tapi dari sisi transporter, sebenarnya masih tergolong terlalu murah.
Pada akhirnya, terjadi efisiensi pada pengemudi, yang mana Wildan sebut sebagai cost cutting.
Untuk bisa menyelesaikan masalah ini, perlu sinergi dari berbagai pihak. Tidak hanya dari Kementerian Perhubungan atau Korlantas Polri saja. Melainkan Kementerian lain yang memang bersinggungan langsung, bahkan Pemerintah.
"Ini butuh sentuhan yang tidak hanya bisa dilakukan oleh Perhubungan atau Korlantas Polri saja. Ini harus dalam sistem perekonomian makro," ujar Wildan.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/03/15/190100315/sanksi-tilang-saja-tidak-cukup-buat-berantas-truk-odol