Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ketika Merek Jepang Terabaikan Insentif Kendaraan Listrik

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah RI akhirnya mengumumkan insentif pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Tanah Air dan bakal berlaku 20 Maret 2023 mendatang.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandajitan mengatakan, saat ini program tersebut tinggal menunggu petunjuk teknis dari masing-masing kementerian terkait saja. Setelah itu, segera diundangkan.

Menariknya, dari sejumlah pabrikan roda empat dan dua yang didaftarkan untuk bisa memanfaatkan insentif, tidak ada satu pun pabrikan Jepang yang masuk dalam kategori.

Dari pabrikan mobil misalnya, insentif hanya diberikan kepada Hyundai Ioniq 5 dan Wuling Air EV. Produsen dari Korea Selatan dan China, sedangkan merek Jepang seperti terabaikan. Padahal, merek Jepang masih tercatat sebagai penguasa pasar di Indonesia, menguasai lebih dari 90 persen pangsa pasar.

Sementara untuk sepeda motor listrik, meskipun ada puluhan merek seliweran di pasar Indonesia, ternyata cuma tiga pabrikan saja yang masuk dalam kriteria, yaitu Selis, Volta, dan Gesits. Ketiganya ini, merupakan merek lokal yang sudah punya pabrik dan produksi di dalam negeri.

Honda sebagai penguasa pasar motor lebih dari 70 persen di Indonesia juga tidak masuk dalam penerima insentif. Meskipun, dalam pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2023 yang baru saja berakhir pekan lalu, sudah mulai pamer motor listrik.

Tembok besar yang menghalangi merek Jepang untuk bisa ikut menikmati insentif yang diterbitkan pemerintah Indonesia adalah produksi mobil listrik. Maksud dari KBLBB ialah kendaraan yang digerakkan hanya dengan motor listrik dan mendapatkan pasokan sumber daya tenaga listrik dari baterai secara langsung di kendaraan maupun dari luar (Perpres 55/2019).

Sehingga mobil hybrid atau plug-in hybrid (PHEV) dua teknologi andalan merek Jepang yang dipercaya lebih cocok untuk Indonesia beralih dari teknologi konvensional ke net zero emission, terabaikan.

"Ya, (mobil hybrid) tidak dapat bantuan pemerintah. Jadi untuk mobil listrik murni saja, yang TKDN-nya 40 persen. Sepeda motor juga seperti itu," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (6/3/2023).

Ketika masih dalam tahap wacana, Agus pernah mengatakan insentif kendaraan listrik akan diberikan kepada seluruh jenis teknologi elektrifikasi, termasuk hybrid maupun PHEV. Meskipun besarannya berbeda dibanding kendaraan listrik murni atau KBLBB.

Sebab, tujuan utama elektrifikasi ialah mengurangi emisi karbon dan konsumsi BBM yang setiap tahun terus meningkat.

Pertama Sejak 10 tahun

Kondisi ini merupakan pertama kalinya pabrikan otomotif Jepang absen atau tidak lolos dari program pemerintah Indonesia, setidaknya sejak 10 tahun terakhir.

Sebagai contoh, di program Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) atau biasa dikenal dengan Low Cost Green Car (LCGC) yang dicanangkan pada 2013, semua penikmat insentif merupakan pabrikan Jepang.

Ada Toyota, Daihatsu, Honda, Suzuki, dan Datsun. Kelima merek Jepang itu mendukung upaya strategis untuk merangsang daya beli dari masyarakat kelas B dan C.

Walaupun sekarang, tersisa tiga produsen saja, tapi program LCGC mampu mendongkrak industri manufaktur otomotif Indonesia menjadi hub pabrikan Jepang di wilayah ASEAN.

Kemudian, pada 1 Maret 2021, sebagai upaya mendorong daya beli di tengah pandemi Covid-19, Pemerintah RI mengeluarkan program insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM-DTP) alias PPnBM nol persen.

Penikmatnya, sudah dapat ditebak. Tercatat 98 persen datang dari Negeri Sakura, yaitu Toyota, Daihatsu, Mitsubishi, Honda, dan Suzuki. Hanya Wuling sebagai pabrikan baru dari China yang masuk dalam program itu.

Insentif ini mampu mendongkrak kinerja penjualan mobil domestik, menguat hingga 113 persen pada Maret-Desember 2021 menjadi 519.000 unit setelah setahun sebelumnya anjlok karena pandemi.

Efektivitas Mobil Hybrid

Kendati tidak dapat insentif, efektivitas dari mobil hybrid di Indonesia secara terbatas sebenarnya cukup terbukti efektif dalam mendorong transisi menuju era elektrifikasi.

Terbukti sejak diluncurkannya Suzuki Ertiga Hybrid dan Toyota Kijang Innova Zenix HV (Hybrid Vehicle) tahun lalu, kini indennya sudah mencapai 6-12 bulan. Artinya, total permintaan di pasar melampaui ekspektasi pabrikan.

Fakta data mencatat penjualan mobil hybrid melesat tiga kali lipat sepanjang 2022 menjadi 10.165 unit. Angka tersebut, menguasai 48,5 persen dari total pasar kendaraan elektrifikasi nasional.

Secara rinci, diolah dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan tertinggi disumbang Ertiga Hybrid dengan 5.244 unit dan Kijang Innova Zenix Hybrid 2.519 unit.

Angka yang cukup jauh bila dibanding Ioniq 5 yaitu 1.829 unit. Namun, di sisi lain mobil hybrid masih kalah pamor dengan Air EV yang mencapai 8.053 unit di periode sama.

Selain itu, lewat teknologi mobil hybrid, Indonesia juga mencatatkan sejarah baru mulai melakukan ekspor kendaraan elektrifikasi perdana ke dunia. Kinerja ini sekaligus mendongkrak level industri manufaktur otomotif Tanah Air dari produsen mobil murah alilas low technology menjadi elektrifikasi yang high technology. Sejajar dengan negara maju para eksportir mobil berteknologi canggih. 

"Kami akan terus mempertahankan posisi Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor kendaraan elektrifikasi buatan dalam negeri, khususnya hybrid," kata Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono saat seremoni ekspor Kijang Innova Zenix Hybrid, belum lama ini.

Berkontribusi mengurangi emisi CO2

Mobil hybrid juga memiliki kontribusi atas pengurangan emisi CO2 yang dihasilkan dari transportasi.

Berdasarkan catatan Toyota, sampai Januari 2023 ini penjualan semua mobil listrik, termasuk brand Lexus mencapai sekitar 11.400 unit. Jumlah tersebut rata-rata telah berkontribusi mengurangi 160 gram per kilometer sampai 240 gram per kilometer CO2.

"Sekarang dengan rata-rata hybrid model ada di hampir setengahnya, sekitar 90-100 g/km lebih sedikit CO2-nya. Setidaknya perhitungan ada 932.000-an g/km CO2 yang bisa direduksi dari kendaraan-kendaraan yang terjual," kata Direktur Pemasaran Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy.

Rangkuman TAM, jika dengan asumsi masing-masing mobil bergerak kurang lebih 20.000 Km, maka potensi pengurangan dari teknologi hybrid bisa mencapai 18.300 ton CO2.

Diketahui, Toyota sudah mulai memasarkan mobil hybrid di Indonesia sejak 2007. Tapi kala itu, penjualannya hanya terbatas melalui model Camry.

Penjualan masal, baru dilakukan di penghujung 2010, seiring keputusan pemerintah untuk memberlakukan pajak masuk yang lebih rendah untuk mobil hybrid.

Sampai sekarang, setidaknya ada lima produk mobil hybrid andalan perseroan di pasar, yaitu Corolla Cross Hybrid, Corolla Altis Hybrid, Camry Hybrid, C-HR Hybrid, dan paling baru Kijang Innova Zenix Hybrid.

Sementara pesaingnya, ada Ertiga Hybrid dan Nissan Kicks e-power yang dijual Rp 432,8 jutaan.

https://otomotif.kompas.com/read/2023/03/07/080200715/ketika-merek-jepang-terabaikan-insentif-kendaraan-listrik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke