Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 In One, Gage, dan Jalan Berbayar, Potret DKI Jakarta Akali Kemacetan

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana untuk menerapkan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di sejumlah ruas jalan di Ibu Kota dengan tujuan untuk mengurai kepadatan kendaraan di jalan.

Rencana pengendalian lalu-lintas dengan sistem ERP sebenarnya sudah cukup lama sejak 2016 yakni sejak zaman 3 In One namun sampai sekarang belum dapat terwujud karena ada kendala teknis.

Pemerhati transportasi dan hukum, Budiyanto mengatakan, ERP merupakan kelanjutan dari dua sistem pengendali kendaraan sebelumnya, yaitu 3 In One dan skema Ganjil-genap alias Gage yang saat ini masih berlangsung.

"Sistem 3 In One diberlakukan kurang lebih sejak tahun 2016, pada pagi dan sore dan pada tahun 2018 sistem 3 In One dihapus diganti dengan sistem Gage," kata Budiyanto kepada Kompas.com, Selasa (10/1/2023).

Pada dasarnya mulai dari 3 In One, Gage dan nantinya ERP merupakan kebijakan Pemprov DKI Jakarta untuk mengurai jumlah kendaraan di satu titik dan mengakali kemacetan.

Budiyanto mengatakan, kebijakan 3 In One diubah karena terbukti belum bisa mengurai kepadatan secara maksimal. Saat jam sibuk 3 In One ternyata tidak terlalu berpengaruh menurunkan jumlah kendaraan.

"Pada jam sibuk waktu pergi dan waktu pulang saat diberlakukan 3 In One terjadi penurunan volume kendaraan pada ruas penggal jalan yang diberlakukan namun tidak signifikan," kata Budiyanto.

Selain penurunan jumlah yang tak terlalu signifikan, Budiyanto mengatakan, sistem 3 In One memunculkan permasalahan sosial dan pelanggaran hukum lain bahkan berupa tindak pidana kejahatan.

"Masalah sosial yang sangat nampak sekali adalah munculnya joki dan bahkan sampai ada yang mengeksploitasi anak dengan cara digendong dan menyewa anak-anak supaya melengkapi tiga orang," katanya.

Para joki ini kata Budiyanto, berdiri di sepanjang ruas penggal jalan yang mengarah pada ruas jalan yang diberlakukan 3 In One sehingga justru bikin macet dan membuat jalan penuh orang.

"Tindak pidana kejahatan hukum lainnya adalah para joki yang mengambil barang-barang yang ada pada kendaraan tersebut (kasus pencurian hp dan dompet) dan mengeksploitasi anak," kata dia.

"Dengan banyaknya pengemudi ranmor yang menggunakan penumpang jasa joki tidak berpengaruh banyak terhadap penurunan volume pada ruas penggal jalan yang diberlakukan 3 In One. Bahkan menimbulkan dampak negatif," katanya.

Adapun untuk Gage, Budiyanto menilai lebih efektif ketimbang 3 In One tapi belum maksimal. Dalam jangka pendek Gage hanya dapat mengurangi volume kendaraan 20 persen sampai 30 persen

"Dalam Gage ada beberapa kendaraan yang mendapatkan pengecualian dalam arti bebas melewati ruas jalan yang diberlakukan Gage," kata Budiyanto.

Sistem Gage sendiri mengacu pada kalender nasional, di mana tanggal genap untuk kendaraan nomor genap dan sebaliknya. Namun ada juga kendaraan yang mendapatkan pengecualian seperti mobil listrik.

"Problem muncul seiring perkembangan dimana masyarakat yang punya duit membeli mobil kembali dengan nomer yang berbeda. Bahkan banyak ditemukan penggunaan pelat nomor yang tidak pada peruntukannya," kata dia.

Maka itu, dari ketiga sistem pengendali jumlah kendaraan yaitu 3 In One, Gage dan ERP maka ERP yang paling efektif dan tepat sasaran. Sebab ERP tidak pandang bulu, siapapun yang akan melintas harus membayar.

"Sebab pengendalian dengan sistem ERP tidak ada pengecualian, dalam arti bahwa pengguna jalan waijb untuk membayar dengan besaran bayaran sesuai apa yang telah ditentukan atau besar kecilnya biaya akan ditentukan tingkat kepadatan," kata dia.

Kemudian berbeda dengan sistem 3 In One serta Gage yang hanya membatasi gerak dan jumlah kendaraan, dana hasil ERP bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang bermanfaat seperti pembangunan jalan.

"Hasil dari sistem ERP dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan fasilitas pendukung jalan lainnya," kata Budiyanto.

Masih menunggu

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, regulasi jalan berbayar dari rancangan peraturan daerah (Raperda), sifatnya masih berupa usulan.

"Rancangan itu baru berupa usulan saja, jadi belum menjadi sebuah regulasi atau peraturan daerah (perda)," ujar Syafrin saat dihubungi Kompas.com, Selasa (10/1/2023).

Saat ini prosesnya masih dalam tahap menunggu perda. Syafrin mengatakan, pada 2022 pembahasan soal ERP sudah pernah digulirkan beberapa kali.

"Rancangan perda ini sudah pernah dikirimkan tahun lalu dan sudah masuk dalam Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta. Pembahasan akan dilakukan lagi tahun ini tapi belum menjadi perda, jadi masih banyak turunannya," ucap Syafrin.

Urai kemacetan

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Latif Usman optimistis ERP atau skema jalan berbayar dapat mengurai kemacetan di jalan.

"Pasti setiap kebijakan kan tujuannya untuk itu. Bagaimana agar lalu-lintas berjalan. Tapi rencana itu memang dibuat oleh Pemprov," kata Latif kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (11/1/2023).

Latif mengatakan, sudah ada koordinasi dari Pemprov DKI Jakarta dengan Polda Metro untuk penerapan ERP tersebut.

"Itu kan udah berjalan lama, sebelum saya mungkin udah ada koordinasi. Itu kan tujuannya untuk bagaimana pengaturan volume kendaraan bisa diatur jam operasionalnya," kata Latif.

"Ataupun mereka pembatasan untuk aktivitas masyarakat seperti kebijakan gage sebenarnya. Tapi kan ini ada beberapa ruas yang memang istilahnya untuk mengurangi kemacetan di jalan berbayar itu," ungkap dia.

https://otomotif.kompas.com/read/2023/01/11/064200615/3-in-one-gage-dan-jalan-berbayar-potret-dki-jakarta-akali-kemacetan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke