JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin menyatakan, akselerasi penggunaan kendaraan listrik bisa mengatasi beberapa permasalahan.
Satu di antaranya, untuk menurunkan emisi gas rumah kaca akibat polusi yang disebabkan oleh transportasi seraya menghemat pengeluaran subsidi pada bahan bakar minyak (BBM).
"Indonesia saat ini merupakan negara net importer minyak juga melakukan subsidi energi, khususnya BBM. Peningkatan kebutuhan BBM, berbanding lurus dengan kebutuhan biaya subsidi," kata dia dalam keterangannya, Rabu (14/12/2022).
"Di mana, sebenarnya subsidi ini dapat dialokasikan untuk pembangunan Indonesia," lanjut Rachmat.
Sehingga butuh upaya untuk mengatasi masalah terkait. Menurut dia, era elektrifikasi pada kendaraan bermotor atau electric vehicle (EV) jadi salah satu cara kunci menyelesaikannya. Mengingat pertumbuhan jumlah kendaraan di dalam negeri pun terus meningkat.
Apabila tidak dilakukan perubahan pada sektor transportasi, moda ini bisa saja mengambat komitmen Indonesia mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagaimana target NDC sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan dari internasional pada 2030.
Demikian pula target Net Zero Emission pada 2060 mendatang, atau lebih cepat.
"Jumlah kendaraan di Indonesia saat ini sangat besar hingga 21 juta mobil dan 115 juta motor. Tren tersebut akan secara konsisten bertambah seiring jumlah pertumbuhan ekonomi penduduk Indonesia," ucap dia.
Adapun hingga Desember 2022, pengguna kendaraan listrik masih relatif rendah dibanding kendaraan konvensional atau yang menggunakan internal combustion engine (ICE).
Menurut data, penjualan motor listrik baru mencapai 15.000 unit sementara mobil listrik 8.000 unit (kendaraan listrik murni).
Sementara penjualan kendaraan ICE, mencapai 6,5 juta unit untuk roda dua dan 1 juta unit pada kendaraan roda empat atau lebih, sebagaimana data AISI dan Gaikindo pada 2019 alias sebelum pandemi Covid-19.
Lebih lanjut Rahcmat menuturkan sebagai industri yang belum matang pada elektrifikasi, pemerintah masih harus mengatasi beberapa tantangan seperti terbatasnya produsen kendaraan listrik, ekosistem yang perlu dilengkapi agar bersaing, sampai perbedaan harga.
Merujuk pada pengalaman negara-negara lain seperti Thailand, India, dan China, dalam mengatasi tantangan industri kendaraan listrik, fasilitas insentif kepada pengguna menjadi salah satu solusi kebijakan yang teruji.
"Insentif ini berperan penting dalam mengurangi selisih harga kendaraan ICE dan kendaraan listrik yang ramah lingkungan. Sehingga kendala perbedaan harga menjadi tidak signifikan," tambah dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/12/14/174100315/kendaraan-listrik-di-indonesia-perlu-insentif-biar-lebih-murah