JAKARTA, KOMPAS.com - Konversi kendaraan bermotor berbahan bakar minyak (BBM) atau konvensional dipercaya bisa mendorong ekosistem penggunaan kendaraan bermotor listrik di Indonesia.
Saat ini aturan mengenai konversi baru menyentuh kendaraan roda dua alias sepeda motor. Kedepannya, konversi juga akan dilakukan pada kendaraan roda empat atau lebih.
Kendati demikian, Yannes Martinus Pasaribu, pengamat otomotif yang berprofesi sebagai dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan, ada beberapa permasalahan seputar gerakan konversi dari kendaraan BBM menjadi Electric Vehicle (EV) oleh masyarakat Indonesia.
“Seperti belum tersediannya Sumber Daya Manusia (SDM) montir konversi kendaraan listrik yang bersertifikasi dalam jumlah yang signifikan. Kemudian, belum tersedianya bengkel bersertifikasi yang mudah diakses di banyak wilayah juga menjadi salah satu hambatan,” ujar Martinus saat dihubungi Kompas.com, Minggu (25/9/2022).
Tak hanya itu, persoalan biaya juga cukup menghantui masyarakat yang ingin melakukan konversi kendaraan bensin menjadi listrik.
Seperti belum tersedianya parts produksi dalam negeri yang bersertifikasi demi memastikan safety bagi masyarakat yang akan mengonversikan kendaraan ICE-nya.
“Ditambah harga komponen khususnya baterai di pasar retail yang masih sangat mahal, semuanya masih harus impor. Serta biaya instalasi yang cukup mahal,” kata dia.
Selain itu, tidak adanya garansi terhadap keandalan sistem kendaraan listrik khususnya kualitas dan keamanan baterai yang dibeli di after market juga perlu perhatian khusus.
“Beberapa hal inilah yang membuat masyarakat cenderung masih 'wait and see' terhadap berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk berpindah ke EV,” ucap Martinus.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/09/26/182100715/kekhawatiran-masyarakat-untuk-konversi-kendaraan-listrik