Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Faktor yang Bikin Kendaraan Besar Banyak Kecelakaan

Dilansir dari laman NTMC, Sabtu (10/9/2022), Kapolres Wonosobo AKBP Eko Novan menyebutkan, ada dua dugaan sementara kecelakaan itu bisa terjadi.

Dugaan pertama karena faktor sopir mengantuk, kemudian dugaan kedua dikarenakan rem blong. Sementara, sopir mengakui kendaraannya mengalami rem blong.

“Namun, dugaan itu masih kita lakukan penyelidikan dan analisis lebih lanjut,” ucap Eko.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar kejadian seperti ini tidak terulang. Salah satunya dari waktu mengemudi sopir bus.

Bus di Indonesia biasanya memiliki trayek yang jauh, sehingga seharusnya ada dua pengemudi yang bertugas secara bergantian. Ketika salah satu pengemudi kelelahan, bisa bergantian dan perjalanan bisa dilanjutkan.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, sebelumnya Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memperkirakan sekitar 80 persen kecelakaan lalu lintas disebabkan kelelahan.

“Mobil barang, sopir angkutan (bus/truk) maupun pribadi, 80 persen kecelakaan disebabkan karena sopirnya lelah. Terlebih lagi disana (lokasi kecelakaan di Wonosobo) tidak ada rest area. Jika tidak ingin celaka, maka istirahat. Pahami resikonya dan hindari atau kendalikan,” ucap Djoko kepada Kompas.com, Minggu (10/9/2022).

Adapun dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 90 telah mengatur tentang waktu bagi para pengemudi, berikut isinya:

(1) Setiap perusahaan Angkutan Umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum
(2) Waktu kerja bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum paling lama delapan jam sehari
(3) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum setelah mengemudikan Kendaraan selama empat jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam
(4) Dalam hal tertentu Pengemudi dapat dipekerjakan paling lama 12 jam sehari termasuk waktu istirahat selama satu) jam.

Selain itu, menurut Djoko, sopir angkutan umum juga dituntut harus kompeten dan menguasai rute yang akan dilewatinya.

“Sekitar dua bulan yang lalu saya bersama Badan Kebijakan Transportasi pernah melakukan kunjungan ke Jalan Wonosobo turut simpang empat pasar Kertek (lokasi kecelakaan) untuk melakukan survei. Hasilnya, rute tersebut cukup rawan untuk dilewati oleh sopir pemula atau yang belum pernah melewati lokasi tersebut,” kata dia.

Hal ini terbukti dengan beberapa kecelakaan yang terjadi di Jalan Wonosobo Turut simpang empat pasar Kertek, menimpa sopir yang belum pernah melewati lokasi atau rute tersebut. Padahal menurutnya, perlengkapan, rambu dan marka cukup lengkap.

Artinya, masalah ini juga butuh mendapat perhatian khusus bagi para perusahaan bus untuk menerapkan risiko perjalanan.

“Jadi setiap ingin melakukan perjalanan, perusahan harus menyaring atau memberitahu pengemudi, apakah dia paham dengan jalur tersebut, kira-kira aman tidak dilewatinya? Karena ini berpengaruh juga,” kata dia.

Tak lupa Djoko juga mengingatkan, soal uji KIR kendaraan sebelum digunakan. Jika terbukti kendaraan tersebut sudah melewati masa uji kir sehingga tidak laik jalan. Maka sudah seharusnya pemilik bus dipidana, jangan hanya menyalahkan sopir saja.

“Banyak kelalaian bus wisata, seperti beberapa kejadian di Mojokerto dan Ciamis, itu kesalahan pemilik bus tapi pihak kepolisian tidak bisa menuntaskan, hanya sebatas sopir,” kata dia.

“Belum lagi perusahaan bus harus memiliki Surat Manajemen Keselamatan (SMK), saya yakin tidak semua perusahaan bus punya surat itu. Saya khawatir nanti banyak orang yang takut naik bus pariwisata karena banyaknya kejadian kecelakaan,” lanjutnya.

Maka dari itu, ia meminta agar pemerintah tidak hanya fokus pada penyebab kecelakaan, tetapi juga mengusut soal legalitas perusahaan bus pariwisata.

https://otomotif.kompas.com/read/2022/09/10/152200515/faktor-yang-bikin-kendaraan-besar-banyak-kecelakaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke