JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia sedang gencar memasarkan mobil listrik berbasis baterai. Meski begitu, harga yang mahal masih jadi ganjalan konsumen untuk memiliki kendaraan ramah lingkungan ini.
Oleh sebab itu, Indonesia bisa meniru strategi China yang bisa memasarkan mobil listrik dengan harga terjangkau.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufik Bawazier mengatakan, populasi mobil listrik di dunia tengah berkembang cepat.
"Jadi tahun 2012 itu sekitar 120.000 mobil listrik beredar di dunia. Kemudian tahun 2021 kemarin, itu beredar 6,6 juta mobil listrik di dunia, 3,3 jutanya ada di China, artinya 50 persen mobil listrik itu beredar di China," ujar Taufik, dalam seminar Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) di Jakarta (25/7/2022).
Kenapa negara-negara tersebut berkembang lebih cepat? Salah satu faktornya ialah harga. Banderol mobil listrik tentunya jadi pertimbangan dalam mempercepat akselerasi di Indonesia.
Menurut Taufik, di Negeri Tirai Bambu, pemerintah bahkan memberikan subsidi berupa potongan harga agar mobil listriknya setara dengan mobil ICE. Pengembangan BEV membutuhkan tambahan insentif pajak agar harganya bisa lebih terjangkau.
Seperti diketahui, saat ini Indonesia baru mendapatkan insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) 0 persen untuk BEV dan sudah mendapatkan insentif bea balik nama (BBN) 0 persen untuk DKI Jakarta, dengan tarif bea masuk (BM) impor 5 persen.
Namun hal tersebut dinilai tidak cukup menekan harga jual mobil listrik. Adapun pengenaan pajak yang masih dikenakan misalnya tarif bea masuk, serta pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) 0 persen.
Indonesia saat ini juga mendorong agar pabrikan otomotif untuk mendirikan pabrik mobil listrik di Tanah Air. Total kandungan dalam negeri (TKDN) juga didorong supaya pabrikan mendapatkan insentif lebih murah lagi.
Kemudian, pemerintah juga sudah mengundang investor untuk mengolah baterai di dalam negeri, sebagai komponen utama dari mobil listrik.
"Ekosistemnya sebagian besar kalau bisa sudah ada di Indonesia. Ini pertama menghemat cost supply chain. Transisi ICE ke hybrid ada cost 20 persen. Dari ICE ke Electric Baterai 60 persen cost. Ini yang menjadi diskursus," ucap Taufik.
"Gap yang ada China saya lihat antara ICE dengan BEV sekarang hanya 10 persen, di negara lain masih 50 persen, ini harus dipelajari juga, variable-nya apa, faktornya apa," tutur dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/07/26/174100415/begini-strategi-agar-harga-mobil-listrik-bisa-lebih-murah