JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan informasi terakhir, kecelakaan maut truk BBM Pertamina di Jalan Alternatif Cibubur atau Transyogi arah Cileungsi, menewaskan 11 orang.
"Untuk sementara korban di (RS Polri) Kramat Jati sebanyak 11 orang meninggal dunia. Tetapi ini kami masih cek ulang kembali," kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Usman Latif, di lokasi kejadian, Senin (18/7/2022).
Meski diduga truk BBM tersebut mengalami rem blong, namun sampai saat ini masih belum diketahui kepastian soal penyebabnya.
Pihak kepolisian bersama jajaran instansi terkait, masih melakukan proses investigasi terkait kecelakaan maut yang dialami truk tangki BBM bernomor polisi B 9598 BEH tersebut.
Dari laporan awal Latif mengatakan, kepolisian tak menemukan adanya bekas pengereman di lokasi kejadian yang memiliki kontur jalan menurun.
Namun demikian, dia juga belum bisa memastikan apakah truk BBM tersebut mengalami masalah atau kendala pada sistem pengereman.
"Kalau kami cek di lapangan belum ada bekas rem. Untuk lebih lanjut kami akan lakukan pemeriksaan kendaraan ini dengan teknisi dan juga terhadap sopir ini," ucap Latif.
"Ini akan kami dalami daripada pemberitaan sumir. Kami lihat nanti soal fungsi rem, juga kami koordinasikan dengan Dinas Perhubungan (Dishub)," katanya.
Dianggap Rawan
Kondisi jalan juga menjadi salah satu bahan perdebatan. Pasalnya dengan posisi turunan, baik yang mengarah ke Cileungsi atau Jakarta, ditambah adanya pemasangan lampu merah, lokasi kejadian digadang-gadang menjadi area yang rawan.
Komentar soal area tersebut banyak diserukan nitizen saat tayangan Breaking News KompasTV yang meminta peninjauan ulang soal pemasangan lampu merah.
Menyikapi hal ini, Latif juga sempat menyampaikan bila kontur jalan di lokasi kejadian memang menurun dan di ujungnya ada lampu merah.
"Struktur jalan menurun sepanjang 150-200 meter, di ujung ada lampu merah. Di situ saat lampu merah berhenti kendaraan mendorong dari belakang," ujarnya.
Bahkan ada petisi dari masyarakat untuk menghilangkan lampu merah yang berada tepat di turunan tersebut lantaran dianggap berbahaya.
"Saat ini di jalan transyogie sedang ada pembangunan project CBD sebrang Citra Grand, dengan adanya project tersebut dibuat lampu merah untuk keluar masuk kendaraan dari CBD, padahal kontur jalanan tersebut adalah turunan baik dari arah Jakarta maupun cileungsi. Sesuai dugaan lampu merah tersebut sudah memakan korban, hari ini terjadi tabrakan yang memakan korban, kendaraan yang berhenti karena lampu merah dihantam oleh truk dari arah belakang karena turunan, apakah karena mengakomodir pembangunan proyek mengabaikan keselamatan pengguna jalan?," tulis petisi yang dikutip dari change.org.
Rem Blong
Bicara soal dugaan rem blong, hal ini sudah menjadi perbincangan umum terutama pada kendaraan dengan dimensi besar seperti truk dan bus. Penyebabnya dipengaruhi banyak faktor.
Dari segi teknis, biasanya akibat penggunaan jenis kampas rem yang jadi biang kerok sehingga menyebabkan brake fading.
Kampas rem terbagi jadi dua berdasarkan bahan, yakni asbestos dan non asbestos. Brake fading sendiri merupakan kondisi kampas rem yang overheat imbas pengereman maksimal.
Saat kampas overheat, gaya geseknya berkurang bahkan licin seperti kaca, sehingga tidak menggesek cakram dan kendaraan mengalami rem blong.
Sebelumnya Ahmad Wildan, Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengatakan, asbestos terbuat dari asbes dicampur resin, warnanya cerah, memiliki ketahanan panas 200 derajat celsius sampai 250 derajat celsius.
"Kampas rem ini tidak ramah lingkungan dan buruk dalam melakukan pembuangan panas (disipasi), sehingga lebih cepat mengalami brake fading saat pengereman maksimal," ujar Wildan beberapa waktu lalu.
"Sementara non asbestos terbuat dari serat kevlar dan steel fiber. Warnanya gelap dan agak mengkilat, memiliki ketahanan panas hingga 400 derajat celsius dan sangat bagus dalam melakukan disipasi panas," katanya.
Selain karena masalah teknis, brake fading juga bisa terjadi akibat pengendara atau sopir yang salah dalam mengoperasikan kendaraan.
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menjelaskan, kebiasaan pengendara saat jalan menurun menetralkan gigi persneling sehingga terjadi free wheel alias roda bebas.
"Jika begitu, yang terjadi adalah tidak ada perlambatan dari mesin atau engine brake maupun exhaust brake," kata Jusri.
Saat kondisi free wheel, otomatis pengemudi hanya mengandalkan rem kaki. Jika terlalu sering, tentu komponen rem baik tromol dan kampas akan panas dan terjadi yang namanya brake fading.
"Kampas rem tadi akan licin karena terkena temperatur yang tinggi, akhirnya truk tidak terkendali. Perilaku ini sangat sering sekali terjadi, dari 10 sopir truk, mungkin ada 8 yang melakukan free wheel di jalan menurun," katanya.
Pelajaran
Bila mengingat sebelumnya, kecelakaan maut di Cibubur hampir mirip dengan insiden tabrakan truk tronton yang mengalami rem blong di Muara Rapak, Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Januari 2022.
Dalam kejadian tersebut, 21 orang meninggal dunia setelah truk berkelir merah tersebut menabrak enam mobil dan 10 sepeda motor yang sedang berhenti di persimpangan jalan menunggu lampu merah yang kebetulan memiliki tipe jalan menurun.
Jusri menjelaskan, insiden tabrak truk dari belakang bakal terus terulang bila hanya berkutat pada penyebab langsungnya.
"Kalau mau dibereskan harus melihat dasar-dasar penyebab yang sifatnya tidak langsung," ujar Jusri.
Menurut Jusri, meski pegemudi truk bisa memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), namun di Indonesia hanya berfungsi sebagai legitimasi hukum. Tak seperti di negara maju yang memandang SIM juga sebagai alat uji kompetensi.
Terkait soal keselamatan, Jusri mengatakan ada empat faktor penyebab terjadinya kecelakaan, yakni manusia, kendaraan, lingkungan, dan cuaca.
Dari faktor tersebut, paling utama tetap dari manusianya atau pengendara, sementara tiga lainya dianggap kontributor.
"Faktor manusia bersangkutan dengan ketidaksiapannya mengantisipasi lingkungan yang mengancam keselamatan di jalan. Dasar pemikiran bagi setiap pengemudi itu, kondisi jalan tidak pernah aman,” ucap Jusri.
Jusri juga menyinggung soal masalah edukasi berbasis kompetensi seperti sekolah mengemudi khusus truk dan motor yang tidak ada di Indonesia.
"Paling ada kursus belajar menyetir untuk mobil kecil. Lembaga kompetensi untuk membawa kendaraan, sayangnya masih tanda tanya,” kata Jusri.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/07/19/074200915/kecelakaan-cibubur-daerah-rawan-dugaan-rem-blong-dan-pelajarannya