JAKARTA, KOMPAS.com – Pemalsuan dokumen identitas kendaraan masih banyak terjadi di Indonesia. Banyak faktor yang membuat pemilik kendaraan memilih untuk memalsukan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Umumnya, pemalsuan atau menggandakan STNK dilakukan pengemudi mobil agar bisa lolos dari skema ganjil.
Pemalsuan dokumen identitas kendaraan merupakan tindakan yang menyalahi aturan berlalu lintas.
"Menurut pendapat saya pemasangan TNKB pada kendaraan bermotor yang tidak sesuai spek teknis atau tidak pada peruntukan merupakan pelanggaran lalu lintas sebagaimana diatur dalam pasal 280 UU LLAJ," kata Budiyanto, pemerhati masalah transportasi beberapa waktu lalu kepada Kompas.com.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), polisi yang bertugas memiliki wewenang untuk menindak pengendara tersebut.
Pemalsuan STNK dan/atau pelat nomor kendaraan sudah termasuk dalam ranah pidana. Sebab sama halnya dengan memalsukan dokumen negara.
Jika ada indikasi pemalsuan dokumen, maka akan dilakukan penilangan serta diproses pidana pemalsuan sesuai ketentuan yang berlaku.
Sanksi pidana tersebut telah diatur pada UU LLAJ sebagai berikut:
Pasal 280, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Pasal 288 ayat (1), setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dilengkapi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/06/13/141200415/palsukan-stnk-bisa-kena-denda-rp-500.000-dan-pidana