JAKARTA, KOMPAS.com - Meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor listrik atau electric vehicle (EV) diprediksi akan meningkatkan harga lithium sebesar 5 kali lipat.
Pasalnya, lithium merupakan logam yang menjadi bahan utama untuk membuat baterai kendaraan listrik. Sementara baterai itu, menguasai hampir 80 persen dari komponen transportasi terkait.
Melansir Kyodo News pada Selasa (7/6/2022), menurut perusahaan riset Inggris Argus Media lonjakkan harga tersebut tak hanya akan terjadi pada lithium. Melainkan logam-logam yang lain di antaranya kobalt dan nikel.
Keadaan diperparah dengan invasi Rusia ke Ukraina yang mengganggu rantai pasokan bahan baku langka tersebut.
Kini, menurut riset tersebut, harga lithium yang sering diperdagangkan telah naik dari 89.000 yuan (Rp 192,8 juta) per ton pada April lalu jadi 486.000 yuan (Rp 1,05 miliar) per ton.
Sementara harga kobalt meningkat 1,8 kali dan nikel 1,5 kali sepanjang periode yang sama. Sehingga dalam jangka menengah dan panjang, ini akan meningkatkan harga jual kendaraan listrik di masa depan.
Dampak dari minimnya pasokan bisa terlihat langsung di Amerika Serikat (AS), yakni pada pabrikan Tesla. Saat ini, mereka menaikkan harga untuk kendaraan-kendaraan yang diproduksinya.
Analis senior di SMBC Nikko Securities Toshihide Kinoshita memandang harga EV perlu dinaikkan sekitar 30 persen apabila harga logam langka dan bahan mentah lainnya yang digunakan dalam produksi EV terus naik.
“Itu bisa menjadi faktor yang memperlambat popularitas EV,” katanya.
EV tidak mengeluarkan karbon dioksida saat dikendarai sehingga menarik bagi konsumen yang sadar lingkungan. Namun, kendaraan ini lebih mahal daripada kendaraan hibrida dan hanya dapat menempuh jarak yang relatif pendek dengan sekali pengisian daya.
Para produsen mobil juga sangat bergantung pada subsidi pemerintah untuk mempromosikan penjualan kendaraan listrik.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/06/07/192100115/kendala-besar-kendaraan-listrik-harga-lithium-makin-mahal