JAKARTA, KOMPAS.com - Memacu kendaraan di jalan raya wajib memberikan isyarat pengemudi lain, apalagi saat melintas persimpangan.
Salah satu caranya dengan menekan klakson sebagi tanda untuk mengingatkan penyeberang jalan dan pengendara lain.
Namun perlu diingat, penggunaan klakson bukan sebagai sarana pelampiasan emosi di jalan dan harus mengikuti etika yang berlaku.
Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana mengatakan, etika dalam membunyikan klakson harus sopan, tidak boleh membuyarkan konsentrasi pengendara lain.
"Jarak ideal membunyikan klakson itu sekitar 10-25 meter. Tetapi jangan di pencet terus, khawatirnya bikin emosi pengendara lain," kata Sony kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Meski demikian, pada kenyataan di lapangan menurut Sony, masih banyak pengemudi arogan yang membunyikan klakson untuk megintimidasi atau menakut-nakuti.
Biasanya hal tersebut dilakukan pengemudi kendaraan besar, seperti bus dan truk.
"Sangat membahayakan karena membuat orang lain kaget, secara etika dalam membunyikan klakson itu artinya kita berkomunikasi antar pengemudi. Mengingatkan, isyarat mendahului, dan lainnya" ucapnya.
Sony mengingatkan agar para pengemudi tidak memodifikasi klakson di luar standar yang sudah dibuat pabrikan.
Kewajiban adanya Klakson juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah mengatur soal aturan penggunaan klakson kendaraan. Hal ini guna menghindari menimbulkan polusi suara dan menjaga agar suara klakson dapat diterima dengan bagus oleh telinga.
Sementara untuk bunyi klakson berada pada rentang minimal 83 desibel dan maksimal 118 desibel, dan harus dapat terdengar dalam jarak 60 meter. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2012 Pasal 69.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/06/03/183100515/jangan-asal-gunakan-klakson-juga-ada-etikanya