JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyebut bahwa sedikitnya ada tiga penyebab utama hadirnya pelanggaran dimensi dan muatan berlebih alias over dimension and over load (ODOL) pada kendaraan niaga.
Dijelaskan Ketua Umum MTI Agus Taufik Mulyono, mayoritas hal tersebut hadir karena tuntutan dari penjual dan pembeli barang terkait dengan muatan.
Lalu faktor lainnya, ialah denda penegakan hukum yang masih murah dan terkadang tidak adil serta kompetisi antar jasa angkutan.
"Saya rasa dari tiga hal ini (faktor eksternal) perlu kita dengarkan," jelas Agus pada webinar, belum lama ini.
Di samping itu, terdapat faktor internal yang turut memengaruhi adanya praktik ODOL yang melintas di jalan, seperti teknologi yang masih bisa memuat barang berlebih, tuntutan balik modal, dan SDM pengemudi.
Pada sisi dampak, Agus membagi berbagai dampak yang berpotensi terjadi akibat praktik ODOL ke enam dampak yaitu jalanan rusak, kecelakaan lalu lintas atau tabrakan, polusi tinggi.
Kemudian juga berdampak pada travel time tinggi, preservasi jalan mahal, dan biaya operasional kendaraan (BOK) tinggi.
"Ini yang membuat jalan kita menjadi tidak atau belum humanistis. Karena tidak memberikan rasa damai, sejahtera, dan selamat [bagi pengguna jalan," tuturnya.
Oleh karenanya, dibutuhkan tindakan yang tegas dari pemerintah untuk bisa mentertibkannya di samping pencarian solusi yang tepat.
Diketahui, pemerintah RI melalui Kementerian Perindustrian (Kemenhub) tengah mendorong normalisasi kendaraan angkutan yang melanggar aturan dimensi.
Sebab, telah ditargetkan bahwa pada 2023 mendatang Indonesia harus bebas ODOL. Kini, pengawasan dan penindakan terhadap perilaku terkait sedang gencar dilakukan.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/03/21/130200415/faktor-utama-truk-odol-merebak-di-indonesia