Ada beragam pelanggaran yang dilakukan pengguna jalan, mulai dari tidak menaati marka dan rambu-rambu, tidak menggunakan helm, tidak pakai seat belt, hingga batas kecepatan.
Meski sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dibidang lalu lintas dan angkutan jalan, nyatanya angka pelanggaran masih relatif tinggi.
Pemerhati masalah transportasi mengatakan, perlu ada evaluasi terhadap langkah-langkah penegakan hukum, seperti menahan surat-surat kendaraan bermotor yang disita sebagai barang bukti.
“Selama ini kalau saya melihat dan merasakan bahwa dalam upaya penegakan hukum, barang bukti yang disita pada umumnya surat-surat kendaraan bermotor. Dari aspek hukum tidak menjadi masalah, hanya yang menjadi pertanyaan apakah dengan menahan surat-surat efektif atau tidak,” ucap Budiyanto kepada Kompas.com, Senin (14/3/2022).
Budiyanto melanjutkan, perlu ada terobosan yang cukup masif untuk merubah cara penegakan hukum dengan melakukan penyitaan kendaraan bermotor untuk barang bukti sementara sampai menunggu penetapan putusan dari pengadilan.
“Dasar hukumnya cukup kuat bahwa dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas, petugas dapat melakukan penyitaan terhadap kendaraan bermotor,” kata dia.
Menurut Budiyanto, dari aspek penegakan hukum dengan menyita kendaraan bermotor secara eksplisit atau jelas sudah di atur dalam peraturan perundang-undangan. Dasar hukumnya antara lain.
1. Pasal 260 dan 270 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No 22 th 2009 tentang LLAJ
2. Pasal 32 ayat (6) Peraturan Pemerintah No 80 tahun 2012 tentang pemeriksaan kendaraan bermotor dan penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas.
3. Peraturan Pemerintah (PP) No 42 tahun 1993 tentang pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan.
“Penyitaan ranmor dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas akan memberikan dampak yang maksimal atau efek jera,” kata Budiyanto.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/03/14/150200515/sita-kendaraan-bermotor-bisa-bikin-efek-jera-pelanggar-lalu-lintas-