JAKARTA, KOMPAS.com - Melibatkan Asosiasi Angkutan Barang di Semarang, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menggelar Focus Group Discossuion (FGD) dalam rangka penanganan truk Over Dimension Over Loading alias ODOL.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan, penanganan ODOL akan dilakukan bersama Polri dengan mengedepankan aspek edukasi, kampanye, dan sosialisasi. Namun demikian bukan berarti tak ada penindakan hukum yang dilakukan.
"Penegakan hukum tetap akan diterapkan, tapi kepada pelanggaran yang kebangetan sekali, misalnya muatan lebih dari 100 persen," kata Budi dalam keterangan resminya, Selasa (8/3/2022).
Budi juga menjelaskan adanya arahan pemberian diskresi khusus dari Menteri Perhubungan (Menhub), namun hal tersebut hanya berlaku untuk kendaraan pengangkut sembako dengan pertimbangan situasi perekonomian nasional di tengah pandemi yang belum usai.
"Memang ada arahan Pak Menteri, untuk komoditas sembako terutama, kita akan diskresi," ujar Budi.
Lebih lanjut Budi menjelaskan, kebijakan Bebas ODOL telah digagas sejak 2018. Namun pada waktu itu, muncul aspirasi permintaan dari 14 asosiasi logistik antara lain asosiasi semen, pupuk, minuman ringan, dan lainnya yang kemudian disepakati ditunda hingga 2023.
Pernyataan tersebut seakan menjadi jawaban soal permintaan sebagian kalangan industri yang disampaikan Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pegolahan Bahan Galian Non Logam Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Wiwik Pudjiastuti, terkait toleransi agar kebijakan Zero ODOL diundur lagi sampai 2025.
Wiwik mengatakan, industri semen, keramik, dan bahan galian non-logam serta lainnya terus melakukan persiapan terkait pelaksanaan Zero ODOL. Namun demikian, belum bisa menerapkan secara penuh pada 2023 lantaran adanya pandemi Covid-19.
"Industri belum siap disebabkan hilangnya momentum persiapan pelaksanaan kebijakan Zero ODOL karena adanya pendemi Covid-19 mulai awal 2022 yang menyebabkan utilisasi industri sempat mengalami penurunan," ucap WIwik, Senin (7/3/2022).
Beda Konsekuensi Hukum
Sementara itu, Dirgakum Korlantas Polri Brigjen Pol Aan Suhanan yang hadir dalam FGD, memastikan pihaknya akan mengedepankan langkah-langkah pre-emtif, preventif, dan sosialisasi dalam penanganan ODOL.
"Penegakan hukum adalah pilihan terakhir yang dilakukan, semata-mata demi keselamatan. Baik keselamatan pengemudi itu sendiri maupun pengguna jalan yang lain," ucap Aan.
Sementara itu, Dirlantas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Agus Suryonugroho menjelaskan, dari konsekuensi hukum terdapat perbedaan antara Over Dimensi dan Overload. Dengan demikian, keduanya memiliki sasaran yang berbeda.
"Pelanggaran over dimensi adalah kejahatan, karena itu seharusnya bukan ditilang tetapi akan dilakukan penyidikan. Sasarannya adalah pemilik kendaraan dan juga bengkel karoseri yang memodifikasi kendaraan tersebut. Pengemudi tidak dilibatkan," ucap Agus.
Sedangkan pelanggaran overload adalah tindak pidana ringan yang apabila kedapatan melanggar akan ditilang atau pun tindakan hukum lain seperti keharusan untuk melakukan transfer muatan yang biayanya dibebankan kepada pengemudi atau pihak pengangkut.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/03/09/090200715/terkait-odol-kemenhub-tegaskan-diskresi-hanya-untuk-angkutan-sembako