JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi, angkat bicara terkait demonstrasi yang dilakukan para sopir truk soal aturan Over Dimension Over Load (ODOL).
Menurut Budi, selama ini upaya yang Kemenhub lakukan bersama pihak kepolisian terkait penertiban ODOL, hanya menjalankan amanat yang sudah ada, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009. Bukan berarti tindakan tersebut karena ada UU sendiri terkait ODOL.
"Jadi sebetulnya tidak ada UU ODOL yang dikatakan para pengemudi, kita hanya penguatan terkait regulasi yang memang sudah ada," ujar Budi dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (24/2/2022).
Budi menjelaskan, awal penindakan atau penertiban ODOL tak lain berangkat dari menjalankan aturan yang memang sudah tertuang pada UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam UU tersebut, termasuk dari aturan pemerintah, sudah ada regulasi terkait dimensi kendaraan, terutama untuk logistik, termasuk juga menyangkut tata cara muat dan tonasenya.
Molor
Awal penanganan ODOL dilakukan Kemenhub yang melalui MOU dengan Kakorlantas Polri, kemudian perhubungan darat, dan PU Bina Marga pada 2018, setelah adanya instruksi dari Menteri Perhubungan (Menhub) untuk melakukan penataan.
Setelah itu, Budi mengatakan, dilanjutkan dengan langkah-langkah untuk melaksanakan amanah dari UU 22 tersebut, tanpa ada pembuatan UU khusus untuk menangani ODOL seperti yang diprotes oleh para sopir truk di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
"Langkah-langkah yang sudah dilakukan itu cukup banyak, dari edukasi, kampanye, dan sosialisasi dengan sasaran agen pemegang merek (APM), asosiasi karoseri, diler yang memasarkan kendaraan logistik, sampai asosiasi truk yang berperan sebagai operator dan rata-rata mereka sudah menyatakan mendukung kegiatan ini (ODOL)," ujar Budi.
Selanjutnya, pada 2021 sudah ada milestone untuk melakukan peningkatan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah ODOL.
Namun saat itu ada asosiasi logistik yang bersurat kepada Menteri Perhubungan meminta semacam toleransi, baik dari waktu dan tahapan pelaksanaan, agar tidak melakukan penegakan hukum secara ketat lebih dulu atau dilakukan bertahap.
Kondisi tersebut disetujui karena memang untuk melakukan penyelesaian ODOL, ada beberapa pertimbangan, seperti dibutuhkanya investasi penambahan truk, butuh perbaikan di tarif, dan juga kebutuhan pengemudi.
"Pak menteri mendengar itu, akhirnya yang sudah kita canangkan untuk 2021 akan ditangani diberikan toleransi lagi sampai 2023 atau tahun depan. Nah, dengan masa injury time ini, kami dengan Korlantas Polri termasuk BUJT sedang meningkatkan beberapa kegiatan di beberap daerah terkait penanganan ODOL tersebut," ujar Budi.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/02/25/093100115/kemenhub-tegaskan-tidak-ada-undang-undang-khusus-odol