JAKARTA, KOMPAS.com - Kendaaran bernotase besar atau yang kerap disebut over dimension dan over loading alias ODOL tidak hanya membuat infrastruktur jalan rusak, namun juga kerap membahayakan nyawa manusia.
Namun, sanksi yang diberikan dinilai belum memberikan efek jera kepada pelaku, terutama pengusaha. Sehingga harusnya pelanggar ODOL di Indonesia didenda sampai ratusan juta rupiah.
“Memang kasihan, tumbalnya biasanya sopir. Maka seharusnya memang pengusaha juga dikenakan sanksi yang memberi efek jera,” ucap Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno, beberapa waktu lalu kepada Kompas.com.
Djoko melanjutkan, untuk pengusaha saja, jika ketahuan modifikasi kendaraan, dendanya masih Rp 24 juta. Sebagai perbandingan, pada negara lain mengenakan sanksi truk ODOL di atas Rp 100 juta.
Menurutnya, dengan denda tersebut, pengusaha biasanya hanya membayar saja dan melakukan kembali pelanggaran terkait. Sebab, keuntungan yang didapat dari truk ODOL bisa melebihi dari denda yang diberikan.
“Dendanya masih terlalu kecil. Di luar negeri saja di atas Rp 100 juta. Kalau truk ODOL masuk jembatan timbang, dipotong, itu saja masih ada yang bisa nyambungin lagi. Jadi masih untung itu pengusaha,” kata dia.
Djoko menyarankan, perlu adanya revisi kepada Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) untuk mengubah aturan denda ini. Sebab jika tidak, maka pelaku operasional truk ODOL akan terus berkeliaran dengan bebas.
“Tentunya ODOL ini harus dibereskan karena Januari 2023 nanti targetnya harus bebas ODOL. Karena ODOL ini sudah bukan kejahatan lalu lintas, tapi kejahatan manusia,” ucapnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/02/25/064300915/menuju-zero-odol-2023-pengusaha-truk-yang-melanggar-harus-diberi-sanksi