Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Polisi Pakai Alat Ukur Bising Knalpot, Bagaimana Metode yang Tepat?

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak kepolisian gencar menindak para pengendara sepeda motor yang menggunakan knalpot racing atau bersuara bising karena menimbulkan polusi suara.

Dalam video yang diunggah akun Instagram Romansa Sopir Truck terlihat polisi kini menggunakan alat ukur kebisingan atau desibel. Dalam video alat ukurnya berupa ponsel dengan aplikasi tertentu.

Menggunakan alat ukur kebisingan yakni sound level meter atau decibel (dB) meter sudah tepat sebab dengan begitu punya dasar hukum yang jelas dan bukti yang kuat.

Adapun saat mengukur knalpot motor bawaan pabrik (Honda CRF150L hitam) yang pada dasarnya sesuai regulasi, terlihat alat ukur atau ponselnya berada di samping lubang knalpot.

Aturan tentang knalpot tertulis dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009. Motor berkubikasi 80-175 cc, tingkat maksimal kebisingan 80 dB, dan untuk motor di atas 175 cc maksimal bising 83 dB.

Wisnu Eka Yulyanto, Kabid Metrologi dan Kalibrasi Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan, pengukuran kebisingan suara kendaraan ada dua, yakni statis dan dinamis.

Statis maksudnya dalam keadaan diam dan dinamis adalah kondisi kendaraan bergerak.
"Kalau yang saya katakan emisi bising statis, itu belum ada baku mutunya. Jadi, yang banyak dipakai itu yang dinamis, itu salah kaprah. Kalau yang dinamis yang dipakai, itu metode ujinya lain, untuk yang uji tipe approval," ujar Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Untuk uji kebisingan kata Wisnu, ada ketentuan-ketentuan khusus dan alatnya tidak murah. Alat yang digunakan bukan sound level meter biasa, bukan secara manual.

"Dulu kita pernah pakai yang manual, tapi banyak masalah. Jadi, kecepatan kendaraannya ada ketentuan, kalau mau mengikutinya itu namanya ECE R41," kata Wisnu, praktisi di bidang kebisingan dan getaran.

Menurut Wisnu, yang digunakan banyak orang ini untuk tipe approval atau homologasi. Makanya, dia katakan semuanya salah kaprah.

"Itu yang bahayanya, kasihan teman-teman pemilik sepeda motor ketangkap semua. Ya, tidak mungkinlah di bawah itu (nilai kebisingannya)," katanya.

"Itu digunakan untuk tipe approval dan cara atau metodenya saja sudah salah. Jadi, untuk yang statis memang belum ada," ujar Wisnu.

Kalau di luar negeri, menurut Wisnu, biasanya ada ketentuan berdasarkan type approval. Nanti, ditambahkan sekian dB. Jadi, kalau type approval itu 78 dB, nanti begitu produknya keluar, sekian tahun beroperasi baru ditambah 15 dB.

"Metode pengukurannya pun tidak sembarangan tempat, background noise harus 10 dB perbedaaannya," kata Wisnu.

"Jadi misalkan saya ukur di Jalan Jend. Sudirman. Saya ukur background noise 72 dB. Lalu, saya ukur knalpot dan hasilnya 75 dB, itu tidak sah. Jadi, minimal yang harus ada bisingnya itu 82 dB, yang bisa kita ambil valid datanya," ujarnya.

https://otomotif.kompas.com/read/2022/02/07/133659715/polisi-pakai-alat-ukur-bising-knalpot-bagaimana-metode-yang-tepat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke