JAKARTA, KOMPAS.com – Wacana penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite kembali menghangat. Meski begitu, rencana tersebut batal dilakukan pemerintah, dan kedua jenis BBM tersebut masih bisa didistribusikan ke seluruh Indonesia.
Padahal berdasarkan standar emisi Euro 4 yang sudah diterapkan di sejumlah negara, termasuk Indonesia. BBM jenis Premium dan Pertalite sudah tidak memenuhi standar.
“Selain timbal, ada substansi lain atau senyawa yang juga berbahaya,” ujar Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bahan Bakar Bertimbel (KPBB), dalam diskusi virtual (6/1/2022).
“Misalnya benzen, aromatik, kemudian ada sulfur, yang akan menimbulkan hal-hal tidak baik bagi kesehatan masyarakat. Tidak hanya untuk kesehatan masyarakat, tapi juga dalam konteks kesehatan kendaraan bermotor,” kata dia.
Pria yang akrab disapa Puput menjelaskan, ketika standar Emisi Euro 2 berlaku, sulfur maksimum yang diperbolehkan hanya 500 PPM (Part Per Million). Kemudian Euro 3 maksimum 300 PPM, sementara untuk Euro 4 maksimum 50 PPM.
“Premium 88 dan Pertalite 90 kadar belerangnya masih 200 PPM. Sementara standar Euro 4, itu menghendaki hanya maksimum 50 PPM,” ucap Puput.
“Jadi masih sekitar tiga hingga empat kali lipat, dari yang diperbolehkan teknologi kendaraan bermotor yang kita adopsi sejak tahun 2018,” ujar dia.
Menurutnya, ketika kita masih mengkonsumsi PPM dengan kadar belerang yang tinggi, tentu itu akan menimbulkan kerusakan-kerusakan pada kendaraan bermotor yang sudah mengadopsi teknologi tertentu.
Contohnya bisa merusak Catalytic Converter (CC) pada mesin bensin, maupun Diesel Particulate Filter (DPF) pada mesin diesel.
“Kerusakan komponen tersebut akan langsung berdampak pada kinerja mesin. Kerusakan komponen itu akan mengirim sinyal untuk tidak berjalan normal,” kata Puput.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/01/07/071200415/efek-pakai-bbm-premium-dan-pertalite-buat-kesehatan-mesin