Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Banyak yang Belum Paham Perbedaan PPN dan PPnBM

JAKARTA, KOMPAS.com - Sepanjang 2021, kabar tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ramai dibicarakan. Tentu berkat keputusan pemerintah menerapkan diskon PPnBM untuk sejumlah model mobil pada tahun ini.

Namun, di lapangan ternyata banyak calon atau konsumen pembeli mobil baru atau sepeda motor baru, belum paham apa yang dimaksud dengan PPnBM dan PPN.

Dari definisi, PPnBM merupakan pungutan tambahan setelah atau di samping Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menilik pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, besaran PPnBM ditetapkan paling rendah 10 persen dan paling tinggi 200 persen.

Lantas, apa yang membedakan PPN dengan PPnBM?

Merujuk Kompas.com, PPN dipungut pada tiap lini transaksi sejak awal barang keluar dari tempat produksi, lalu pada proses distribusi, selanjutnya pada transaksi penjual antar level, hingga sampai ke tangan konsumen.

Sementara itu, PPnBM hanya dipungut sekali saja, yakni pada saat impor barang kena pajak yang termasuk kategori mewah, atau penyerahan barang terkait yang dilakukan produsen dalam negeri.

Perbedaan lainnya yakni PPN merupakan pajak tidak langsung, karena dipotong saat transaksi dan ditanggung oleh konsumen atau pembeli.

Berbeda dengan PPnBM yang disetorkan oleh produsen atau pihak penjual alias jadi pajak langsung, karena besaran pajak penjualan tersebut nantinya dibebankan kepada konsumen atau pembeli dalam harga jual.

Selain itu, PPN dikenakan hampir di segala jenis produk yang diperjualbelikan. Sementara PPnBM dikenakan pada barang yang masuk kategori mewah  seperti mobil, perhiasan, pesawat udara, dan sejumlah barang mewah impor lainnya.

Secara umum, sebuah barang dapat dikatakan mewah dan bisa dikenai PPnBM apabila memenuhi salah satu unsur berikut ini:

  • Barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok,
  • Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu,
  • Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi,
  • Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial.

Lantas mengutip penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009, PPnBM diterapkan dengan tujuan sebagai berikut:

Baru-baru ini, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mewacanakan subsidi PPnBM 0 persen terhadap produk otomotif dipermanenkan. Namun, hal tersebut dilakukan dengan syarat utama penggunaan komponen lokal atau local purchase mencapai 80 persen.

Usulan ini muncul dengan mempertimbangkan hasil dari insentif pajak penjualan 0 persen untuk sejumlah mobil berhasil mendongkrak sektor otomotif pada 2021, baik dalam hal produksi maupun penjualannya.

"Pemerintah sedang mempersiapkannya secara berhati-hati dengan memperhitungkan cost and benefit, serta menyusun time frame-nya," ucap Agus dalam keterangan resminya, Kamis (9/12/2021).

Saat ini terdapat 21 perusahaan industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih dengan kapasitas produksi hingga 2,35 juta unit per tahunnya, serta mampu menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 38.000 orang.

Total investasi yang sudah masuk mencapai angka Rp 140 triliun dan memberikan penghidupan kepada hingga 1,5 juta orang yang bekerja di seluruh mata rantai industri otomotif.

"Saya bangga, saat ini produk otomotif kita telah berhasil diekspor ke lebih dari 80 negara. Selama Januari-Oktober 2021 tercatat sebanyak 235.000 unit kendaraan CBU dengan nilai sebesar Rp 43 triliun, 79.000 set CKD dengan nilai Rp 1 triliun, dan 72 juta unit komponen dengan nilai Rp 24 triliun," kata Agus.

https://otomotif.kompas.com/read/2021/12/11/074200215/banyak-yang-belum-paham-perbedaan-ppn-dan-ppnbm

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke