Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Alasan Tes Psikologi Diwajibkan bagi Pemohon SIM

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak Juni 2018, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menetapkan tes psikologi sebagai salah satu syarat permohonan Surat Izin Mengemudi (SIM) baru dan perpanjangan SIM di wilayah hukum Polda Metro Jaya.

Tes tersebut dilakukan menggunakan sistem komputer. Pemohon baru akan diberikan 24 pertanyaan, sementara untuk pemohon perpanjang SIM akan diberikan 18 pertanyaan.

Pemohon akan diberikan waktu 30 detik untuk menjawab masing-masing soal. Jadi maksimal 15 menit pemohon sudah dapat membawa surat hasil tes psikologi untuk melanjutkan tahap permohonan SIM selanjutnya.

Sebelumnya tes psikologi ini hanya diwajibkan untuk pemohon SIM umum atau pengendara angkutan umum berpelat kuning. Lantas, mengapa pemohon SIM biasa juga harus mengikuti tes psikologi?

Setidaknya ada empat alasan yang mendasari tujuan dari tes psikologi tersebut.

1. Amanat UU LLAJ


Penerapan tes psikologi bagi penerbitan SIM merupakan amanah Pasal 81 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dan sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 36 Peraturan Kapolri Nomor 9 tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi.

Dalam aturan tersebut dikatakan bahwa salah satu persyaratan penerbitan SIM adalah kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun rohani.

Untuk pemeriksaan kesehatan rohani dilakukan dengan materi tes yang akan menilai beberapa aspek yaitu kemampuan konsentrasi, kecermatan, pengendalian diri, kemampuan penyesuaian diri, stabilitas emosi dan ketahanan kerja.

Berdasarkan peraturan itu disebutkan tes psikologi akan dilaksanakan oleh lembaga psikologi yang telah mendapatkan pembinaan dan pengawasan dari bagian psikologi Polda Metro Jaya.

2. Kerap terjadi kecelakaan


Masalah psikologis yang dialami pengendara dapat memicu terjadinya kecelakaan. Menurut data yang dihimpun Polda Metro Jaya, banyak kejadian kecelakaan lalu lintas yang disebabkan karena kondisi psikologis pengemudinya.

Seperti contoh kasus yang sempat viral tahun 2015 di Jalan Sultan Iskandar Muda, seorang tersangka berinisial CDS menabrak beberapa pengemudi sepeda motor dan mobil hingga menyebabkan beberapa korban meninggal dunia dan luka-luka.

Berdasarkan pengakuan tersangka, ia mengkonsumsi obat penenang yang dapat menyebabkan halusinasi.

Hal seperti itulah yang membuat tes psikologi saat permohonan penerbitan SIM dirasa perlu dilakukan.

3. Cegah kecelakaan

Melalui tes psikologi, pengemudi akan dinilai dari beberapa aspek yaitu kemampuan konsentrasi, kecermatan, pengendalian diri, kemampuan penyesuaian diri, stabilitas emosi dan ketahanan kerja.

Psikologi dari Lembaga Psikologi Andiarta, Adi Sasongko mengatakan, akan ada remedial bagi pemohon yang tak lulus tes. Lembaga Psikologi Andiarta menjadi mitra Polda Metro Jaya dalam melakukan tes psikologi.

Dengan adanya tes itu diharapkan kecelakaan lalu lintas akibat adanya gangguan kondisi psikogi pengemudi dapat dicegah.

4. Menghadirkan rasa aman pengemudi lain

Psikolog Lia Sutisna Latif dari Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia mengatakan, mengemudi tak hanya membutuhkan kemampuan teknis.

Menurut dia, diperlukan jaminan pengemudi dapat bertingkah lalu mengemudi yang amna dan bertanggung jawab (safe and responsable driving) dan tidak mengemudi yang berisiko membahayakan para pengemudi lain.

“Dengan adanya tes psikologi itu, diharapkan pengemudi lain juga merasa yakin bahwa pengemudi-pengemudi lain di sekitarnya memiliki aspek psikologi yang baik sehingga tak membahayakan keselamatannya,” ucap Lia.

https://otomotif.kompas.com/read/2021/11/29/141200815/alasan-tes-psikologi-diwajibkan-bagi-pemohon-sim

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke