Kasi Laka Lantas Polda Metro Jaya Kompol Eko Setio Budi Wahono menjelaskan, dugaan sementara kecelakaan tersebut terjadi lantaran salah satu sopir bus TransJakarta mengatantuk.
“Diduga ngantuk, (sopir) yang belakang. Jadi tabrak yang depan,” ujar Eko dikutip dari Megapolitan Kompas.com, Senin (25/10/2021).
Akibat kecelakaan tersebut, setidaknya ada dua orang meninggal dunia. Serta arus lalu lintas menuju Kampung Melayu dan Halim Perdanakusuma tersendat.
Berkaca dari kejadian ini, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana mengatakan, salah satu PR para pengemudi itu ngantuk, lelah, dan yang paling fatal adalah emosi.
“Mengemudi harus mempertahankan fokus, kewaspadaan dan kondisi fisik. Hal ini bisa didapat dari istirahat yang berkualitas. Istirahat berkala selama di perjalanan, asupan makanan dan minuman yang benar, serta menjaga emosi. Sehingga oksigen di dalam darah lancar,” ucap Sony saat dihubungi Kompas.com, Senin (25/10/2021).
Commentary Driving sendiri merupakan sebuah metode berkendara dengan menyebutkan potensi-potensi bahaya dan dengan berbicara secara otomatis sehingga rahang bergerak memompa oksigen ke otak. Metode ini juga membuat pengemudi mampu bereaksi positif ketika harus mengantisipasi.
“Ini standar cara berkendara dengan defensive (proaktif), mudah tapi tidak banyak yang tau. Kalaupun tahu, tidak dilakukan karena merasa belum ada manfaatnya,” ucapnya.
Sementara itu, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menambahkan, saat mengendarai kendaraan, pengemudi dituntut untuk fokus dan mengerti kondisi jalan agar selamat di perjalanan.
Untuk bisa fokus, pengemudi juga harus dalam keadaan sehat, tidak sedang mengantuk atau berada di bawah pengaruh obat-obatan.
Jursi menambahkan, berkendara dalam keadaan mengantuk sama bahayanya seperti dalam kondisi mabuk. Sebab, otak terlambat memberikan tanggapan akan tangkapan indera kita.
“Ketika dalam kondisi berkendara, tidak fokus selama beberapa detik saja bisa berakibat fatal,” ujar Jusri.
Menurut Jusri, kejadian yang dapat dialami para pengemudi di jalan adalah gejala microsleep. Ini dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang hendak melakukan perjalan jauh.
Microsleep merupakan kondisi badan tertidur hanya sesaat, sekitar 1 sampai 30 detik. Bisa juga saat mata terbuka, saat tengah berkendara.
“Kalau memang pengemudi dari awal merasa masih mengantuk atau lelah, sebaiknya gunakan transportasi lain atau segera berhenti di tempat aman. Apabila sudah tidak kuat, lebih baik pengemudi cari tempat yang benar-benar aman dan tidur, kemudian setelah segar diperbolehkan melanjutkan perjalanan lagi,” kata dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/10/25/160100115/diduga-sopir-mengantuk-dua-bus-transjakarta-tabrakan-di-cawang