Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Belajar dari Kecelakaan Beruntun di Tulungagung Jawa Timur

JAKARTA, KOMPAS.com - Belum lama ini terjadi kecelakaan beruntun yang melibatkan tiga kendaraan di Jalan Pahlawan, Desa Rejoagung, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung, Jawa Timur.

Dikutip dari Regional Kompas.com, kejadian itu bermula saat truk yang mengangkut tebu melaju kencang dari arah utara. Berurutan, di depan truk tersebut terdapat bus, kemudian mobil yang dikemudikan salah satu warga desa Wonorejo.

Saat di lokasi kejadian, bus lantas berhenti tiba-tiba karena mobil hendak belok ke kiri. Diduga akibat alami rem blong, truk yang berada di paling belakang banting setir ke kiri dan menabrak sepeda motor.

Kemudian sopir truk berupaya kendalikan kendaraan dengan cara banting setir ke kanan, namun truk terguling dan menabrak mobil hingga terguling.

Terkait hal ini, Dealer Technical Support Dept. Head PT Toyota Astra Motor (TAM) Didi Ahadi menjelaskan, beban yang dibawa oleh kendaraan sangat berpengaruh pada sistem pengereman. Tidak jarang berat beban tersebut membuat rem tidak berfungsi alias blong.

“Selama ini sering didapati, bus atau truk yang mengalami kecelakaan akibat rem blong karena membawa beban yang cukup berat. Bahkan ada juga yang sampai melebihi batas maksimal beban yang diperbolehkan. Kalau beban yang dibawa melebihi batas, pastinya kinerja rem juga akan lebih berat,” ucap Didi kepada Kompas.com belum lama ini.

Maka dari itu, Didi menyarankan, agar pengecekan sistem pengereman rutin dilakukan sebelum memulai perjalanan. Salah satunya untuk mengantisipasi terjadi rem blong atau pengereman yang tidak berfungsi secara maksimal.

“Pada intinya kendaraan yang dibawa itu harus layak jalan. Kalau ban sudah habis tapaknya juga harus diganti, karena ini juga berpengaruh pada sistem pengereman. Pengecekan juga harus dilakukan secara rutin dan menyeluruh. Mulai dari kondisi kampas rem, kondisi selang bocor atau tidak, pipa-pipa, kompresor angin, serta bagian pendukung lainnya,” kata dia.

Sementara itu, Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menambahkan, pengemudi sebaiknya selalu mengingat jarak aman ketika berkendara baik di depan maupun di belakang adalah 3 detik.

Cara ini bisa dilakukan dengan mengikuti kendaraan yang searah dan pastikaan kecepatan kendaraan kita sama dengan kendaraan yang ada di depan.

“Cari objek statis untuk tolak ukur yang ada di kiri atau kanan jalan, bisa berupa pohon, jembatan, atau patokan Kilometer (KM) jika sedang berada di jalan tol,” ujar Jusri.

Setelah menentukan tolak ukur, dan kendaraan di depan sudah melewati batas tersebut, maka perhitungan mulai dilakukan. Perhitungan dilakukan dengan cara menyebut satu per satu, satu per dua, satu per tiga, sampai kendaraan kita tepat melewati tolak ukur tersebut.

“Ketika hasil hitungan jarak dengan objek statis yang sudah ditentukan sesuai berarti kendaraan sudah berada di jarak aman,” kata dia.

Jusri menjelaskan, penyebutan detik sengaja dibuat dengan sedemikian rupa agar hasil yang didapatkan lebih akurat. Sebab, kemampuan persepsi manusia dalam melihat bahaya itu memerlukan waktu kurang lebih tiga detik.

“Mulai dari mata melihat, otak memproses, sampai menginjak rem itu waktunya kurang lebih satu detik. Sedangkan reaski mekanis berjalan saat rem diinjak, buster bekerja dorong minyak rem sampai kaliper, memiliki waktu kurang lebih setengah detik,” ucapnya.

https://otomotif.kompas.com/read/2021/10/11/111200015/belajar-dari-kecelakaan-beruntun-di-tulungagung-jawa-timur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke