JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadia mengungkapkan, perusahaan kimia terbesar di dunia, Badische Anilin-und SodaFabrik (BASF) berminat untuk investasi serta membangun pabrik bahan baku baterai kendaraan listrik di RI.
Sinyal positif tersebut ditangkap setelah kunjungan kerja pemerintah ke Frankfurt, Jerman beberapa waktu belakangan. Adapun sektornya ialah bidang smelter atau pemurnian hidrometalurgi nikel dan kobalt.
"Kami akan dukung penuh rencana investasi BASF ini. Terkait perizinan dan insentif investasi, kami yang akan urus dan dikawal sampai selesai," kata Bahlil dalam keterangan tertulis, Minggu (10/10/2021).
Dalam merealisasikan itu, BASF berencana bekerja sama dengan Eramet yakni perusahaan pertambangan asal Prancis. Proyek tersebut mencakup pembangunan pabrik High-Pressure Acid Leaching (HPAL) dan Base Metal Refinery (BMR).
Lokasi di Indonesia yang dibidik untuk pendirian pabrik ada di Halmahera Tengah, Maluku Utara dengan kapasitas produksi sekitar 42.000 metrik ton nikel per-tahun dan sekitar 5.000 metrik ton kobalt per-tahun.
Namun, Bahlil meminta BASF tidak hanya sekadar membangun pabrik dan smelter nikel, tapi juga memproses bahan tersebut hingga benar-benar menjadi baterai listrik.
Kendati begitu, belum ada penjelasan soal angka investasi yang bakal masuk ke tanah air.
Dalam pertemuan itu pula, Markus Kamieth, anggota Board of Executive Director BASF menyampaikan apresiasi atas komitmen Kementerian Investasi/BKPM dalam memfasilitasi rencana investasi BASF di Indonesia.
Sebagai informasi, Jerman menempati peringkat ke-16 sebagai negara yang kerap mengucurkan investasi ke dalam negeri. Realisasi investasi Jerman ke Indonesia mencapai 1,14 miliar dollar AS pada 2016 sampai kuartal II 2021.
Aliran investasi ini berasal dari 3.015 proyek dengan serapan tenaga kerja sekitar 35.492 orang.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/10/11/070200315/jerman-mau-investasi-smelter-baterai-kendaraan-listrik-di-indonesia