JAKARTA, KOMPAS.com - Baru-baru ini viral diberitakan seorang warga yang tinggal di Sragen, Jawa Tengah, membakar mobil milik tetangganya sendiri lantaran sakit hati gara-gara parkir sembarangan.
Dikutip dari Regional Kompas.com, aksi nekat yang dilakukan oleh pria berinisial AN itu diduga karena sakit hati korban sering memarkir mobil sembarangan di pekarangan rumahnya.
“Tersangka melakukan perbuatan tersebut dikarenakan merasa sakit hati dan tidak terima kendaraan (mobil) milik korban parkir menutupi halaman rumah milik tersangka,” ucap Kapolres Sragen AKBP Yuswanto Ardi, Selasa (28/9/2021).
Aksi tersebut memang terbilang ekstrem, nekat, dan tidak dapat dibenarkan. Namun, di sisi lain, ada baiknya jika pemilik mobil memperhatikan lokasi parkir kendaraan, jangan sampai mengganggu, apalagi merebut hak orang lain.
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, ada konsekuensi kalau mau beli mobil maka harus punya garasi atau setidaknya menyewa lahan parkir.
“Kita lihat banyak orang yang parkir di jalan-jalan kecil, di perkampungan yang seharusnya mereka belum pantas punya mobil karena tidak punya garasi. Jangan pernah mengambil badan jalan, apalagi yang jalannya sempit,” ucap Jusri saat dihubungi Kompas.com belum lama ini.
Secara umum, aturan mengenai perparkiran sudah tertuang dalam Pasal 275 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), yang berbunyi:
“Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah),”
Selain UU LLAJ, diatur juga oleh Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (PP Jalan), yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.”
Menurut PP Jalan, yang dimaksud dengan “terganggunya fungsi jalan” adalah berkurangnya kapasitas jalan dan kecepatan lalu lintas antara lain menumpuk barang/benda/material di bahu jalan, berjualan di badan jalan, parkir, dan berhenti untuk keperluan lain selain kendaraan dalam keadaan darurat.
Khusus di Jakarta, aturan tentang perparkiran juga tertuang dalam Pasal 140 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran (Perda DKI Jakarta 5/2012), yang berbunyi:
(1) Setiap orang atau badan usaha pemilik kendaraan bermotor wajib memiliki atau menguasai garasi.
(2) Setiap orang atau badan usaha pemilik kendaraan bermotor dilarang menyimpan kendaraan bermotor di ruang milik jalan.
(3) Setiap orang atau badan usaha yang akan membeli kendaraan bermotor wajib memiliki atau menguasai garasi untuk menyimpan kendaraannya yang dibuktikan dengan surat bukti kepemilikan garasi dari kelurahan setempat.
(4) Surat bukti kepemilikan garasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi syarat penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepemilikan kendaraan bermotor diatur dengan peraturan gubernur.
Adapun sanksinya sudah ditentukan juga dalam UU LLAJ, tepatnya Pasal 275 ayat (1), yang berbunyi:
"Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)."
https://otomotif.kompas.com/read/2021/09/29/072200215/belajar-dari-kasus-bakar-mobil-tetangga-akibat-parkir-sembarangan