JAKARTA, KOMPAS.com - Hujan deras sering kali membuat jarak pandang menjadi terbatas. Sehingga, banyak pengemudi mobil yang menyalakan lampu hazard.
Banyak yang beralasan agar kendaraannya dapat terlihat oleh pengemudi lain. Sehingga, mengurangi risiko tertabrak dari belakang.
Namun, anggapan tersebut salah kaprah. Lampu hazard hanya dipakai untuk keadaan darurat, di mana kendaraan dalam kondisi berhenti atau statis.
“Saat melaju pada kondisi hujan deras, jangan menyalakan lampu hazard, karena lampu ini hanya dipakai dalam keadaan darurat. Seperti mengalami kecelakaan lalu lintas atau dalam kondisi mogok,” kata Samsudin, National Technical Advisor Astra Peugeot, dalam keterangan resminya, beberapa waktu lalu.
Samsudin menambahkan, pengemudi harus bijak mengatur kecepatan saat hujan deras. Sebab, opsi terbaik untuk menjaga keamanan dan keselamatan berkendara adalah memperlambat laju kendaraan.
Tujuannya adalah untuk tetap menjaga kemampuan pengemudi bereaksi terhadap kendaraan lain. Selain itu, juga menghindari terjadinya aquaplanning jika kecepatan kendaraan terlalu tinggi saat melewati genangan air.
"Adapun kecepatan rata-rata yang aman dan disarankan adalah sekitar antara 30 km/jam hingga 50 km/jam dari kondisi normal, tergantung kondisi di lapangan," ujar Samsudin.
Samsudin mengatakan, pastikan lampu utama dan lampu kabut (foglamp) dalam kondisi menyala, agar jarak pandang yang hanya puluhan meter dapat terlihat.
Jika memang hujan deras disertai angin kencang, sebaiknya lekas segera menepi atau mencari tempat berteduh yang sekiranya aman. Jangan paksakan untuk terus berkendara dalam kondisi seperti itu.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/09/27/072200015/salah-kaprah-hujan-deras-masih-menyalakan-hazard