JAKARTA, KOMPAS.com – Turunnya insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dari 100 persen ke 25 persen diprediksi bakal mempengaruhi penjualan mobil nasional.
Ketika insentif PPnBM berakhir sedangkan masih dihadapi kondisi kelangkaan cip semikonduktor, membuat industri otomotif ke titik gundah.
Insentif yang hilang otomatis bakal mengerek harga jual mobil baru. Kemudian, di sisi lain pasokan produksi mobil baru tersendat, membuat merek-merek semakin sulit mempertahankan inden konsumen, alias bakal kehilangan kesempatan.
Pemerintah pun didorong untuk memperpanjang kembali diskon PPnBM 100 persen supaya penjualan mobil tetap berada di tren yang positif.
Yannes Martinus Pasaribu, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung, mengatakan, kembali naiknya harga mobil baru akan menyurutkan niat konsumen yang ingin membeli.
“Masyarakat sudah semakin terbiasa dengan harga 'new normal' (harga diskon PPnBM), kendaraan yang sudah terlanjur jadi lebih murah tersebut,” ujar Martinus, kepada Kompas.com (6/9/2021).
“Artinya, jika September ini diskon PPnBM dihapus, dijamin akan terjadi penurunan luar biasa dalam penjualan kendaraan,” kata dia.
Meski begitu, Martinus mengatakan jika pemerintah sebetulnya tengah dihadapkan pada dilema.
Karena diskon PPnBM semakin lama akan menggerus potensi penerimaan negara dari pajak penjualan kendaraan.
Padahal, sektor-sektor ekonomi lainnya belum juga pulih. Sementara cadangan kas pemerintah semakin tergerus, akibat terus-menerus menggelontorkan uang untuk penanganan pandemi Covid-19.
“Perpanjangan PPnBM dipastikan sudah menjadi sebuah dilema yang bergulir semakin membesar dan meluas ke berbagai sektor di luar ekonomi semata,” ucap Martinus.
“Perlambatan produksi ditambah dengan adanya kelangkaan cip semikonduktor untuk kendaraan bakal membuat industri otomotif semakin masuk ke dalam situasi yang tidak menentu,” tuturnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/09/07/072200615/insentif-ppnbm-dan-kelangkaan-cip-titik-gundah-industri-otomotif