JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah merek mulai memasarkan beberapa mobil listrik di pasar domestik Indonesia. Padahal sebaran Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) belum merata di seluruh daerah.
Sementara itu, SPKLU merupakan hak konsumen, terutama bagi mereka pemilik mobil listrik. Lantas, apakah produsen yang menjual mobil listrik tanpa sediakan charging station, bisa dituntut konsumen?
David Tobing, Praktisi Hukum Perlindungan Konsumen, mengatakan, penyediaan fasilitas pendukung sebuah produk menjadi kewajiban produsen, diler, maupun importir.
Dalam hal ini, charging station setidaknya harus tersedia di bengkel resmi. Pada saat yang sama, produsen juga harus mendirikan fasilitas tersebut di daerah yang belum ada.
“Ini harusnya produsen bilang, “mohon maaf pak kami belum banyak fasilitas di sana”. Jadi dijelaskan dulu, kalau misalnya orangnya maksa dia tahu risikonya,” ujar David, dalam webinar (27/8/2021).
“Jangan semua dijual, tapi enggak berlomba-lomba dirikan fasilitas. Tentunya kalau kita di luar negeri, di Eropa, charging station sudah banyak di jalanan. Tentunya kalau kita mau menggalakkan ini, infrastrukturnya juga harus berbarengan, jangan terlambat,” kata dia.
Menurut David, yang juga berprofesi sebagai advokat, jika jumlah SPKLU tidak sebanding dengan jumlah mobil listrik yang beredar, suatu saat konsumen yang bakal mengalami kerugian.
Misal tidak bisa menggunakan mobil listrik seperti halnya mobil dengan mesin bakar internal, yang bisa bepergian ke tempat manapun. Kemudian juga ada potensi antrean panjang di SPKLU, dan lain sebagainya.
“Jadi itu harus dibuat rasionya, kalau misal dia jual berapa, di mana saja bengkelnya, di mana saja charging station-nya, sudah harus diperhitungkan,” ucap David, yang juga merupakan Ketua Komunitas Konsumen Indonesia.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/08/28/082200415/jual-mobil-listrik-tanpa-sediakan-spklu-konsumen-bisa-tuntut-produsen