JAKARTA, KOMPAS.com - Hyundai memastikan diri untuk serius dalam berbisnis kendaraan bermotor di Indonesia, terkhusus pada mobil listrik berbasis baterai. Sebab, bila terlewat maka potensi yang dimiliki Tanah Air bisa terbuang sia-sia.
Keseriusan ini dibuktikan dari pembuatan pabrik mobil di kawasan Deltamas, Bekasi, Jawa Barat yang sudah mendekati rampung dan rencana pendirian pabrik baterai bersama LG Energy Solution di Karawang, Jawa Barat.
"Era kendaraan listrik murni sangat penting karena pergerakkan global pada sektor otomotif ke sana. Tapi di Indonesia nampaknya pemerintah ingin masuk ke masa transisi lebih dahulu yaitu mobil hybrid," kata COO Hyundai Motor Asia Pacific, Lee Kang Hyun dalam diskusi virtual, Jumat (30/7/2021).
"Nah, masalahnya di dunia seperti China dan India, mereka dari teknologi ICE langsung ke electric vehicle (EV). Kalau kita mengarah ke hybrid dahulu, tidak masuk pada EV, itu sudah terlambat. Kita bisa kalah dari pesaing terdekat dan terkuat (di ASEAN), yakni Thailand," ujar dia lagi.
Sehingga, sangat memungkinkan bila Indonesia lagi-lagi akan tertinggal dari tren global maupun negara-negara lainnya. Alasan itu pula yang melandasi Hyundai untuk langsung membawa mobil listrik murni ke pasar dalam negeri.
Pernyataan Lee ini merupakan respons dari penerbitan PP Nomor 74 tahun 2021 tentang barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM.
Dalam regulasi tersebut pengenaan dan harga mobil hybrid masih sangat tipis dari mobil listrik murni. Maka, dalam jangka waktu menengah program EV bakal terhambat (pajak hybrid 6-8 persen, PHEV 5 persen, EV nol persen).
"Pasti, nantinya perpindahan dari mobil berbahan bakar dalam (ICE) ke mobil listrik beralih ke hybrid dahulu, bukan langsung ke EV. Saya rasa, pajak hybrid bisa dinaikkan lagi jadi proses perpindahan langsung ke mobil listrik murni," ucap Lee.
"Currently, masalah paling penting itu ialah pada harga mobil listrik. Kita lihat saja dari produk kami, harganya mencapai Rp 700 jutaan. Memang lebih murah dari mobil listrik lain yang Rp 1 miliar namun banderol tersebut masih tinggi di Indonesia," tambahnya.
"Jadi mungkin high segment saja yang bisa membeli mobil listrik. Jadi ini perlu diperhatikan lagi supaya Indonesia tidak tertinggal," kata dia lagi.
Di samping itu, Lee juga menyebut bahwa pemerintah dan pihak terkait harus semangat untuk membuat kebijakan meringankan produk EV agar dapat dijangkau ke seluruh masyarakat. Sebagai contoh ialah pembebasan BBNKB di seluruh wilayah, tidak hanya DKI Jakarta.
Untuk diketahui saat ini Hyundai sudah memperkenalkan dua EV berharga Rp 500 juta sampai Rp 700 jutaan, yakni Kona EV dan Ioniq. Keduanya mendapatkan respon baik tetapi akselerasi penjualan belum menunjukkan percepatan signifikan.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/07/31/082200215/hyundai-sebut-indonesia-lebih-memilih-hybrid-ketimbang-bev