JAKARTA, KOMPAS.com – Pengendara motor di Indonesia bisa dibilang sangat banyak jumlahny, tercermin dengan penjualan sekitar 6 juta unit per tahun, menurut data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI). Bahkan ketika macet, tidak hanya mobil, motor pun memenuhi jalanan.
Pengendara motor di Indonesia tentunya wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sebelum bisa berkendara di jalan raya. Namun, kebanyakan orang bisa mengendarai motor karena belajar sendiri atau autodidak.
Selain itu, kejadian seperti pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan yang melibatkan motor juga sering terjadi di Indonesia. Lalu, apakah ini bisa disebabkan karena banyak yang belajar mengendarai motor secara autodidak?
Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia Sony Susmana mengatakan, belajar mengendarai motor tidak bisa hanya dengan autodidak. Mengendarai motor bukan sekadar menyeimbangkan kendaraan, gas, dan rem saja.
“Tetapi ada pengetahuan tentang perilaku dan kebiasaan benar yang harus dipelajari agar terbentuk dengan baik. Dengan begitu, pengendara motor jadi pahan akan risiko-risiko kecelakaan,” ucap Sony kepada Kompas.com, Jumat (16/7/2021).
Menurut Sony, mengendarai motor harus mampu mengusai hard skill dan soft skill. Hard skill seperti bagaimana cara mengendarai motor, jika sudah belajar sekali, biasanya tidak akan lupa.
“Sedangkan soft skill (perilaku di jalanan) kalau tidak dipupuk, maka akan hilang. Oleh karena itu, belajar harus dari instruktur yang benar-benar kompeten,” kata Sony.
Sayangnya di Indonesia, banyak orang yang menganggap mengendarai motor itu mudah. Mereka merasa jika bisa naik sepeda, maka mengendarai motor juga mudah dan sama, bedanya hanya memakai mesin.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/07/17/072200915/di-indonesia-belajar-motor-hanya-autodidak-padahal-salah