JAKARTA, KOMPAS.com - Kendaraan pribadi terutama mobil semakin banyak yang menggunakan lampu jenis rotator, strobo, hingga memasang sirene.
Padahal, secara aturan jelas dilarang karena aksesori tersebut boleh dipakai oleh instansi terkait seperti polisi, mobil pemadam kebakaran, hingga ambulans.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), lebih spesifik pada pasal 59, berbunyi kendaraan yang diperbolehkan menggunakan isyarat lampu biru untuk kepolisan, merah untuk pemadam kebakaran dan ambulans, kuning untuk patroli jalan tol dan pengawas sarana dan prasarana.
Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, mengenai penertiban soal pelanggaran kendaraan yang menggunakan rotator, strobo dan sirene adalah ranahnya pemerintah.
“Dalam aturan sebetulnya juga sudah jelas bahwa kendaraan sipil dengan pelat RFS, RFD dan sebagainya itu tidak boleh menggunakan strobo atau sirene. Karena mereka tidak dilindungi dengan Undang-undang. Tidak ada payung hukumnya,” ujar Jusri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/3/2021).
Namun Jusri menilai, sanksi untuk pelanggaran penggunaan strobo atau sirene di jalan ini masih terlalu lemah.
Menurutnya, unuk menertibkan pelanggar seperti itu, sanksi yang diberikan harus lebih berat.
“Untuk mereka yang menggunakan, sanksinya hanya Rp 250.000, siapa pun juga bisa bayar. Sayangnya, untuk merubah itu membutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang besar,” katanya.
Untuk diketahui, bagi yang melanggar, menurut ketentuan pidana pasal 287 ayat 4 dari UU No 22 Tahun 2009 pelanggaran tesebut dapat dikenakan hukum kurungan selama satu bulan dan denda maksimal sebanyak Rp 250.000.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/03/26/112200915/sanksi-bagi-pengguna-kendaraan-yang-pakai-rotator-masih-terlalu-lemah